Thirty Six: Akhirnya, Perasaan Lega

0 1 0
                                    

Zara melepas seatbelt. Ia menoleh pada Liam sebelum ke luar mobil. "Makasih Li, jemputannya," ucapnya.

Liam mengangguk. "Hm. Nanti pulang bareng atau ...?"

Zara mengangguk. "Iya dooong, dengan senang hati," balasnya.

Liam mendengus. "Kok lo yang bilang 'dengan senang hati' sih? Harusnya gue dong," ucapnya.

Zara terkekeh. "Iya deh, gue ganti. Terima kasih Liam yang baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung," balasnya.

Liam menggidikkan pundaknya. "Kelihatan banget bohongnya. Udah ah, sana masuk. Nanti gue telat mau tanggung jawab lo?"

Zara mengeleng. "Tentu saja tidak." Ia lalu mengangkat tangannya.

Liam mengernyit tak paham. "Apa?"

"Tangan lo," jawab Zara.

Meski tidak paham, Liam tetap mengulurkan tangan kanannya. "Buat apa sih?"

Zara mengambil tangan Liam. Menciumnya. "Kan harus berbakti sama yang lebih tua," ucapnya setelahnya.

Liam mendengus. "Iya, yang berbakti kalau ada maunya doang."

Zara membuka pintu mobil. "Enggak kali. Kalo lo mau, gue bisa berbakti tiap hari."

Liam mengangguk saja. "Iya percaya-percaya. Udah deh, jangan ngomong terus, gue beneran telat nanti," ucapnya.

Zara mengangguk. "Iya-iya, gue masuk dulu," ucapnya lalu ke luar.

Liam mengangguk. Memperhatikan Zara yang semakin jauh.

Tersenyum tipis, Liam merasa lega. Merasa lebih tenang meski hubungannya dengan Zara bukan lagi pacar.

Setelah acara memasak dadakan di rumah Zara kemarin, semuanya berjalan kembali seperti semula.

Seperti tak ada perubahan antara Zara dan Liam.

Liam sekarang mengerti. Sepertinya memaksakan itu memang tidak baik.

Dan sepertinya, Liam memang lebih nyaman dengan status teman bersama Zara.

Rasanya tak ada batasan, tak ada kecanggungan.

Kalau diperhatikan, Zara juga sama. Cewek itu terlihat sama-sama lega. Sikap Zara lebih apa adanya. Tidak membatasi diri.

Liam menyalakan mesin mobil. Menginjak pedal gas, meninggalkan area parkir Food Makmur.

Sementara itu, dilain sisi Zara melangkah menuju lobby.

Langkah kakinya terasa ringan. Ia dan Liam tak canggung lagi. Tak ada batasan.

Satu lagi.

Zara sangat bersyukur Liam masih mau menerimanya setelah peristiwa kemarin di pantai. Liam mau tetap di sisi Zara, tak meninggalkan Zara.

Liam masih sama dengan Liam yang dulu, tak berubah.

"You look soo happy today."

Zara tersentak. Langkah kakinya sontak terhenti. Ia mengedar, mencari sumber suara. Sampai tak lama terhenti pada laki-laki yang berjalan mendekat.

Ervin.

"Because him?" tanya laki-laki itu lagi.

Zara terdiam. Ia lalu mengheleng. "Why you can say that?"

"Kelihatan lagi. Just now you kiss him hand."

Zara melotot terkejut. "You look at we?" tanyanya. Ia melangkahkan kakinya menyeimbangkan langkah Ervin.

Sedikit Kisah dari ZELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang