Twenty: Almost Done

0 1 0
                                    

Liam mempercepat langkah kakinya begitu mengetahui jarum jam yang sudah menunjuk angka tiga lebih empat puluh lima.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi hampir lima belas menit yang lalu.

Namun Liam baru saja keluar dari kelas, ulah dari guru yang enak hati meminta perpanjangan waktu pembelajaran. Dengan entengnya memutuskan, tanpa memikirkan anak didik yang otaknya sudah mendidih dari pagi disuguhkan empat jenis pembelajaran.

Namun Liam tak memperpanjang itu. Kini, yang perlu ia lakukan hanya satu. Secepatnya sampai di gedung akuntansi, tepatnya ke kelas akuntansi satu.

Untuk apa?

Apa lagi. Tentu saja bertemu Zara.

Kejadian kemarin membuat Liam ingin cepat-cepat menemui Zara. Memastikan keadaan perempuan itu.

Pertengkaran Ervin dan Zara, juga mungkin dengan Abraham membuat kekhawatiran Liam bertambah dua kali lipat.

Dan fakta tadi pagi Liam membawa mobil membuatnya tak bisa bertemu Zara yang kemungkinan besar menaiki kendaraan umum yang biasa mereka pakai, yaitu bus.

Sialnya sedari tadi nomor Zara tak bisa juga ditelfon.

Liam mempercepat langkah kakinya begitu melihat kelas akuntansi satu. Hingga akhirnya ia berlari.

Namun lariannya memelan dan akhirnya terhenti begitu matanya menangkap Zara tak ada di kelas.

Matanya meredup bahkan tak ada satupun siswa di kelas itu.

Tak ada satu pun. Berarti Zara sudah pulang. Dan Liam tak tahu pasti kapan ia bisa menemui Zara.

Kaki terasa lemas. Liam akhirnya terduduk di bangku depan kelas akuntansi satu. Mengacak rambutnya geram. Harusnya ia di sisi Zara sekarang. Harusnya ia bersama Zara.

Alasannya tak perlu lagi dijelaskan. Karena di luar kepala semuanya sudah jelas. Pertengkaran Zara dan Ervin di depan publik pasti mempengaruhi keseharian Zara. Belum lagi saat di rumah.

Liam saja tak bisa membayangkan jika ia di posisi Zara. Sulit. Sangat sulit.

Menunduk, tak bisa menepati ucapannya. Ucapannya, untuk selalu ada di sisi Zara.

Tapi ini apa? Saat Zara sangat-sangat membutuhkan seseorang, Liam bahkan tak tahu di mana keberadaan perempuan itu.

"Liam!"

Namun tiba-tiba, saat Liam pusing mencari, suara perempuan itu terdengar.

Liam mendongak. Menyapu matanya dari kanan ke kiri. Mencari sumber suara itu.

Akhirnya, matanya terfokus pada perempuan yang baru berdiri di depan ruang guru. Mata Liam berubah lega. Lega melihat Zara.

Liam sontak berdiri. Melambaikan tangannya, membalas panggilan Zara. Memberi isyarat bermaksud membuat Zara mendekat.

Di ujung sana, Zara mengangguk. Melangkahkan kakinya menuju depan kelas akuntansi satu. Ia baru saja masuk ke ruang guru, mengumpulkan jurnal penyesuaian satu kelas. Senang begitu keluar ruang guru melihat Liam setelah sedari tadi ia sendirian.

Zara butuh Liam. Banyak sekali. Apalagi semalam ia hanya tidur tiga jam saja. Zara butuh obat.

Namun, langkah Zara memelan melihat laki-laki yang baru saja keluar kelas. Kelas paling ujung; akuntansi tiga.

Ervin.

Detak jantung Zara seolah terhenti kala matanya dan mata Ervin bertemu.

Semuanya langsung masuk ke kepala. Semuanya muncul.

Sedikit Kisah dari ZELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang