EMPAT DUA

4.2K 305 18
                                    

SELAMAT MEMBACA '  _  '
______

Pesta ulang tahun bagi Leo bukanlah hal yang begitu mengagumkan, Tak seperti manusia lain yang berpikir jika ulang tahun adalah hari bahagia dengan segala ucapan baik yang mengalir dengan begitu banyak.

Bagi leo ulang tahun hanya sebagai formalitas untuk menyenangkan kedua orang tuanya, Leo sudah dihadapkan dengan kematian beberapa kali. Panjang umur hanya bait lagu yang tak berarti untuknya.

Berbeda dengan kedua orang tuanya setiap tahunnya ayah dan bunda tidak akan pernah absen memberikan perayaan yang mewah, Karena bagi mereka hari dimana Leo lahir dan masih mengulang tahun kelahiran itu adalah anugerah tuhan untuk mereka.

Tapi sepertinya tahun ini bukanlah pesta meriah untuknya terbukti dari pemandangan yang Leo lihat pagi ini tak ada tanda-tanda bahwa ayah ataupun bunda akan melakukannya. Leo pun paham dan tak begitu ambil pusing ia sedang dalam masa pengobatan.

"Mau jalan sama ayah nggak?" Hengki menatap putranya yang sejak tadi hanya diam walaupun fokus Leo berada pada layar televisi yang menyala di dinding itu, Ia sudah meminta izin kepada dokter untuk mengajak Leo Sedikit berjalan-jalan.

"Dokter Doni izinkan?" Tanya Leo ragu.

Ayah mengangguk, mengambil kursi roda membantu putranya untuk duduk, Leo mengerutkan keningnya melihat ayah yang tersenyum jahil.

"Yakin ayah udah izin" Tanya Leo sekali lagi.

"Kamu nggak percaya ayah?"

"Muka ayah hari ini meragukan"

Ayah tertawa mulai mendorong putranya.

Leo tersenyum membalas para tenaga medis yang melintas.

"Halo Leo" Sapa salah satunya.

"Halo pak"

Ayah yang mendengar itu tersenyum tipis.

"Ayah baru pertama kali liat dia" Ucapnya kala seseorang yang menyapa Leo tadi melintas.

"Dia perawat IGD,"

Ayah yang mendengar itu semakin takjub.

"Leo udah bertahun-tahun di rawat disini, Leo rasa ini udah hal yang wajar untuk aku dan ayah" Jawabnya lagi.

Hengki mengangguk setuju, Ia berhenti mendorong ketika ia sudah sampai pada tujuan.

Leo menatap pemandangan di depannya, Air mancur dengan bentuk dua orang yang saling berpelukan di sana. Tapi bukan itu yang menjadi fokus Leo tapi kedua patung itu tak memakai apapun untuk menutupi tubuh mereka. Leo memicingkan matanya kembali memperjelas.

"Itu simbol rumah sakit ini"

"Beneran?"

Ayah mengangguk "Pelukan itu menenangkan bukan?"

"Ahh pelukan" Batin Leo dalam hati.

Leo merasakan tangan ayah yang melingkar di lehernya "Ayah belum minta maaf dengan baik untuk kejadian beberapa hari yang lalu"

"Leo yang harus minta maaf, seharusnya Leo mengerti dengan keadaan Ayah maupun bunda apalagi kak Ginan dan Kak Gilang"

"Ayah menyesal"

"Ayah nggak perlu menyesal, Leo tahu ayah melakukan itu pasti bukan karena marah, Ayah melakukan itu karena ucapan Leo memang benar keterlaluan, Leo sadar hal itu"

"Tapi untuk menampar kamu bukanlah sesuatu yang harus ayah lakukan"

"Yah, Bisa kita lupakan kejadian itu? Leo nggak mau rasa bersalah Leo dan ayah masih ada"

LEO ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang