TIGA ENAM

4.1K 328 90
                                    

SELAMAT MEMBACA
_____________

Sehabis dari rumah sakit, Leo memilih singgah di salah satu kafe yang tak jauh dari rumah sakit. Hujan pun sedang turun amat sangat deras jika dilanjutkan untuk pulang ia bisa mati kedinginan.

Leo mengusap jaketnya membersihkan dari sisa-sisa air yang tak sengaja mengenainya ketika ingin masuk ke dalam tempat ini.

Leo berjalan ke arah gadis yang baru saja mengangkat tangan memanggilnya.

Leo menatap Nara, Menggeleng melihat gadis itu entah dasar apa tiba-tiba memanggilnya. Walaupun sempat tak mengiyakan tapi Leo sepertinya benar-benar harus singgah melihat hujan yang semakin deras.

"Apaan?" Tanya Leo.

Nara berdecak "mending Lo duduk"

"Lo bawa charger?"

Nara Menggeleng "Kenapa? Mau hubungin Bunda Lo, pinjam handphone gue" Tawar Nara mengeluarkan handphonenya.

"Gausah nanti aja" Tolak Leo.

Suasana kembali hening, tersisa alunan musik dari kafe dan beberapa suara dari pengunjung kafe yang saling bersaut-sautan, Mungkin Leo adalah salah satu dari banyaknya orang yang tak menyukai situasi ini. Bergaul dengan banyak orang bukan kah itu adalah hal yang lebih dari melelahkan? Mempunyai Arlan untuk di ajak melakukan seribu hal saja membuat Leo banyak bersyukur.

Nara menatap Leo sembari tangannya memutar sedotan yan berada di gelas kaca hasil pesanannya "Lo sakit apa Le?" Tanya Nara, Akhirnya pertanyaan itu ia ajukan juga. Selama ini ia memendamnya hanya karena tak ingin Leo menganggapnya sebagai wanita yang ingin mengetahui lebih banyak tentang remaja di hadapannya.

Jika ingin di bilang ada beberapa hari Nara ingin menanyakan hal ini. Bukan untuk sebagai rasa penasaran saja.

Leo yang sedang memilih menu mendongak mempertemukan wajahnya dengan wajah Nara yang nampak begitu serius.

"Atas alasan apa Lo nanya gitu?" Tanya Leo "Gue bukan orang yang dengan mudah berbagi cerita ke orang lain"

"Gue bukan orang lain lagi, gue suka sama Lo sejak pertama ketemu dia perusahaan Om Hengki"

Leo menggeleng pasrah "Jangan suka sama gue, Nggak ada manfaatnya"

Nara berdecih, tak peduli dengan jawaban Leo pandangannya mengarah pada jendela menatap hujan yang tak kunjung redah diluar sana, jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.

"Lo nggak dicariin?" Tanya gadis itu lagi.

"Lo?"

"Mami sama Papi lagi ngurus kerjaan nggak ada alasan buat cemasin gue mau pulang atau nggak"

Leo kembali mendongak, memastikan ekspresi Nara ketika ia mengatakan hal itu tak ada yang berubah seakan anak itu sudah berdamai dengan apa yang dia alami.

"Lo nggak pernah nuntut mereka untuk selalu ada buat Lo?"

Nara menggeleng "Dari kecil gue udah terbiasa, dan dari terbiasa itu gue merasa nggak perlu apa-apa lagi, cukup mereka biayain keperluan gue itu semua udah aman"

Leo menghela nafas "Apa karena gue nggak pernah terbiasa untuk seperti itu makanya gue selalu nuntut orang tua gue harus ada apapun yang gue lakuin"

"Lo kecewa kan mereka nggak ada waktu turnamen?"

Leo mengangguk.

Nara menatap Leo "Gue bukan penghasut! gue cuma mau kasih masukan, nggak ada orang tua yang sempurna Le semua pasti ada kekurangan. Apalagi dengan ayah sama bunda Lo yang mempunyai empat anak nggak mudah jadi mereka. Gue tahu kak Ginan dan Kak Gilang udah dewasa tapi Lo pernah nggak berpikir sedewasa-dewasanya, mereka juga butuh sosok ibu dan ayah untuk mendukung apapun yang ingin mereka lakukan"

LEO ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang