SEMBILAN

4.9K 266 14
                                    


SELAMAT MEMBACA
_______

Selepas kepulangan dokter Doni, Ayah bunda, Kak Ginan juga kak Gilang berkumpul di kamar Leo.

"Bunda tidur aja lagi, Biar aku yang jaga" Kata Ginan, Khawatir bunda ikut jatuh sakit apalagi tinggal dua bulan lagi adik di dalam kandungan akan keluar.

Satu-satunya harapan dari kematian yang semakin mendekat, Bingung?

Bunda mengandung anak terakhir ini karena satu alasan, Alasan yang paling besar adalah keselamatan Leo. Dahulu ada banyak kekhawatiran yang tumbuh di pikiran mereka, mereka seperti menyiapkan sesuatu yang bisa saja diperlukan untuk Leo suatu saat nanti.

Tak ada rencana bahwa adik kecil itu akan tumbuh di dalam perut bunda, Bunda yang lumayan sudah berumur di tambah ayah yang sibuk bekerja tapi demi Leo...bunda dan Ayah melakukan semua itu ada rasa bersalah yang selalu ikut hadir menghantui bagaimana bisa mereka melakukan hal itu hanya untuk sebagai simpanan jika suatu saat nanti dibutuhkan.

Biarkanlah kelahirannya tak akan pernah di pedulikan karena rasa ingin memiliki sama sekali tak ada, Kehadirannya hanya menyelamatkan satu nyawa yang entah bisa kapan saja tuhan ambil.

Karena arti Leo dihidup mereka sebesar dan seluas itu!

Bunda mengangguk setuju, Perkataan putra pertamanya memang sangatlah benar, Jika dirinya sakit siapa yang akan menjaga Leo, Bunda Hanum berjalan mengusap rambut Leo beralih mencium kening anak itu.

---

Samar-samar Leo mendengar percakapan kedua kakaknya, Rasanya ia belum ingin bangun tapi matahari sudah berlomba untuk membangunkan dari balik kaca jendela kamarnya.

Leo mengusap pelan kedua matanya, mengubah posisi untuk duduk mengumpulkan kesadarannya sembari memperhatikan kedua kakaknya yang sedang bertarung dengan PlayStation di pagi hari seperti ini, rupanya bunda sudah mengembalikan benda-benda itu ke tempat semula, benar kata Kak Ginan bunda tidak akan pernah menahan nya begitu lama.

Leo menggeleng merasa kagum dengan aktivitas kedua Kakak laki-lakinya sepagi ini bahkan jarum pendek pada jam itu belum sampai pada angka enam.

"Kak" Panggil Leo pelan, Ginan dan Gilang menoleh bersama.

"Kamu butuh apa? Mau pipis? Mau kakak gendong?" Tanya Gilang ia meletakkan stick ps nya merasa kali ini ia tak peduli lagi dengan pertandingan yang terpampang nyata di layar televisi itu.

"Lepasin!" Pinta Leo sembari menyodorkan tangan kanannya "Aku harus sekolah kan"

"Dokter Doni belum izinin, Tunggu sampai cairannya habis" Kata Ginan mengulang perkataan Dokter Doni semalam.

Leo tak percaya, Ia menunjuk satu botol cairan infus yang sudah kosong di nakasnya "Kalian nggak pintar boong"

Gilang menghela nafas "Ah bodo amat yang penting kata dokter Doni sampai habis! Kamu diam aja baring baik-baik" Ucap kakak kedua itu kejam.

Leo memutar bola matanya malas, Kembali berbaring seperti yang dikatakan oleh Kak Gilang pandangannya mengarah  pada langit-langit kamarnya. Di atas ada kaca jendela kecil, Sesuatu yang paling Leo sukai di rumah ini.

Dahulu sewaktu kecil Leo suka menghabiskan waktu di atas sana, Bersama Kak Ginan dan Kak Gilang tentunya , Mendengar ocehan kak Ginan yang begitu indah di dengar sewaktu kecil, bagaimana bisa langit berwarna biru? Kenapa tidak berwarna kuning atau merah saja? Kenapa pelangi harus muncul setelah hujan? Pertanyaan acak yang dahulu jika di dengar itu masih hal yang wajar, tapi jika untuk sekarang Leo rasa ia adalah anak paling bodoh.

Hingga suara Bunda yang berteriak, Bagaimana bisa tangga yang menjulang tinggi bisa masuk di dalam kamar Leo, Tangga tempat ketiga bocah tampan itu berpijak, Menikmati sebuah hari yang mungkin akan menjadi sebuah kenangan di masa mendatang mereka , Dan ya hari itu adalah kenangan indah hari ini untuk mereka, Dan untuk Leo yang mengingatnya hari ini.

"Kak" Panggil leo amat pelan, Pandangannya lurus ke atas tangannya meremas selimut tebal yang masih menutup tubuhnya  "Jika suatu hari tuhan benar-benar ambil Leo, Apa kalian bakalan marah sama dia?"

Ginan dan Gilang saling pandang tak menyangka akan ada pertanyaan yang mampu membuat jantung mereka berdegup begitu kencang, untuk membayangkannya saja mereka sangat tak ingin "Mungkin" Jawab mereka berdua serempak.

"Jangan seperti itu"

"Kenapa?" Tanya Gilang mewakili.

"Kalian harus berterima kasih, Karena keajaiban tuhan untuk aku udah banyak, Nanti jika suatu hari dia ambil  ucapkan terima kasih"

---

Leo memuntahkan bubur yang tadi pagi ia makan, Menutup matanya berusaha meredam kembali kesakitannya, Tubuhnya begitu lemas untuk berjalan ke tempat tidurnya saja ia harus mengerahkan segala tenaganya.

Ia berjanji ia tidak akan pernah berlari lagi dalam hidupnya, Ia tidak ingin menyakiti tubuhnya lagi karena keras kepalanya.

Leo merasakan tarikan pelan di tangannya kala ia berbalik sehabis dari kamar mandi, Ada Bunda yang sudah siap memegangnya merasakan sentuhan hangat dari kulit wanita hebat ini.

"Kita ke rumah sakit yaaa? "  bunda menatap lembut ke arah Leo.

Leo mengangguk, Ia tak ingin membantah lagi, Pertama kali ia menurut akan perkataan bunda, Ia sudah tak sanggup lagi menahan rasa sakitnya.

Leo menatap ayah lemah, Ingin rasanya mengucap maaf karena lagi-lagi membuat mereka khawatir "Ayo ayah gendong"

Ayah berjongkok membiarkan punggungnya kembali mengangkat tubuh Leo untuk ratusan kalinya , Dari Leo berusia 3 tahun hingga sekarang dari beban beberapa kilo yang ia bawa hingga beban yang mencapai puluhan kilo ini, Satu hal yang tidak akan pernah berbeda Ia melakukan hal ini karena putranya sedang tidak dalam keadaan yang baik.

-----

Setelah mendapat beberapa penanganan, Leo di pindahkan di ruang rawat, Terlihat Bunda yang sedang duduk menatap wajah putranya yang sedang serius bermain game dengan kedua kakaknya.

"Permainannya bisa di pause nggak?" Tanya Bunda "Makanan kamu udah dingin loh"

Ini bukan game Onet bunda, Main pause aja" Jawab Leo tanpa harus melihat Bunda Hanum.

"Anak ayah beneran sakit nggak sih?"

"Ayah nggak percaya?" Tanya Leo "Nggak apa-apa sih, karena beberapa hari kedepan Leo bakalan sembuh juga"

Kalimat itu membuat semua orang terdiam, Bunda tersenyum tipis Kak Gilang dan kak Ginan yang sedari tadi fokus dengan ponselnya pun terhenti mendongak menatap wajah sang adik yang sedang bersandar nyaman di tempat tidur.

"Terlalu bersemangat ya?" Tanya Leo melihat respon keluarganya.

"Kamu udah siap?" Tanya Bunda lembut "Operasinya bisa di undur beberapa hari kok"

"Lebih cepat lebih baik Bunda" Jawab Leo cepat "Aku percaya sama dokter Anggun"

Bunda tersenyum, segera memeluk Leo dengan erat, Benar kata Leo lebih cepat lebih baik.

Minggu depan adalah hari dimana operasi whipple untuk Leo akan dilakukan, Kata mbak Anggun semuanya akan baik-baik saja, Ucapan itu yang menguatkan Leo untuk memberanikan diri untuk mengangguk setuju.

"Ingat ya Bunda, Sehabis pemulihan Leo bakalan kunjungin semua restoran, Cafe yang selama ini Bunda larang"

Bunda Hanum tanpa sadar hanya mengangguk "Oke setuju"

Leo balas tersenyum, Menutupi rasa takut yang memang tak dapat ia sembunyikan, di dalam hati ia berharap sembuh dan menjalani harinya seperti anak remaja yang lain, Hidup yang normal!

——-

Semoga kalian suka jangan lupa vote and komen❤️

-SalamManisDariPenulis-

LEO ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang