02. Jebakan Rolando

588 35 1
                                    

"Tentu saja tidak!" sambung Rolando meralat jawabannya yang hampir membuat Rossy kehilangan harapan hidup.

Rachel terkekeh melihat Rossy yang menghela napas lega. Sepertinya, kerusuhan yang terjadi berakhir saat gadis itu mulai memejamkan mata dan tertidur.

Beberapa jam kemudian...

Tidur gadis berambut sebahu itu terusik kala seseorang membangunkannya. Ia tersenyum mendapati seorang wanita yang mengulurkan tangan, membantunya keluar dari dalam mobil. Mata yang semula mengantuk, kini terbuka lebar melihat bangunan megah nan mewah di depannya. Rossy tak henti-hentinya berdecak kagum mengamati rumah bak istana itu.

Seorang wanita paruh baya tiba di hadapan mereka. Wanita tersebut tidak berani mengangkat kepala pada asisten pribadi sang tuan. "Permisi Nyonya Rachel, Tuan besar menyuruh saya mengantarkan Nona ke dalam kamarnya."

"Silakan, Bi." Rachel mengangguk, lalu melirik Rossy yang terhanyut menikmati keindahan bangunan yang ditempati oleh pria tua yang membawanya ke kota.

"Mari Nona," Bi Resti mempersilakan Nona barunya untuk melangkah lebih dulu. Namun, Rossy masih bergeming di tempat. Gadis itu kebingungan. Ia tidak tahu, siapa yang dimaksud 'Nona' olehnya.

Rachel mengangkat dagu ke arah asisten rumah tangga yang sudah lama mengabdi pada tuannya. "Rossy, ikutlah dengan Bi Resti."

Tubuh Rossy tersentak saat Bi Resti menggandeng tangannya. Mereka berjalan beriringan memasuki rumah. Rossy tak sempat menikmati keindahan rumah ini, karena Bi Resti langsung mengantarnya menuju salah satu kamar.

"Tuan besar akan datang menemui Nona. Lebih baik, Nona menunggu di dalam kamar." Bi Resti membuka pintu kamar yang akan ditempati oleh Nona barunya, kemudian ia pun berpamitan karena masih ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan.

Perlahan, Rossy melangkahkan kakinya ke dalam kamar bernuansa biru itu. Ia menarik sudut bibir melihat ada banyak jenis buku yang tertata rapi di rak buku minimalis di sebelah kanan kamar. Tangannya terulur meraih salah satu buku. Gadis itu tidak menyadari keberadaan seseorang di belakangnya. Tepat saat dirinya berbalik badan, ia dikejutkan oleh pria tua yang terduduk di pinggiran kasur.

"Ya ampun, Kakek!" pekik Rossy memegangi dadanya yang berdebar kencang.

"Rossy, kemarilah. Saya ingin berbicara penting denganmu." Rolando melambaikan tangan padanya.

Rossy mendudukkan dirinya di sebelah Rolando. Ia menatap lekat manik mata pria yang baru saja mengubah warna rambutnya menjadi hitam. Rossy baru menyadari jika penampilan Rolando berubah. Pria tua itu memakai pakaian seperti anak muda kekinian, yang sebelumnya hanya memakai kaos oblong dan celana pendek di atas lutut.

"Kakek pengen bicarain apa?" tanya Rossy sedikit penasaran.

"Saya ingin mengadopsi kamu menjadi cucu angkat saya." Rolando menghela napas melihat raut keterkejutan di wajahnya.

"Apa? Kakek mau angkat saya jadi cucu? Kakek nggak bercanda, kan?" tanya Rossy tak percaya. "Kakek jangan main-main deh, bilang aja kalo saya mau dijadiin pembantu di rumah ini. Saya nggak masalah kok, Kek, asalkan saya bisa hidup aman, damai, tenteram, tanpa gangguan ibu dan saudari tiri saya." lanjutnya merasa tidak yakin jika Rolando akan mengangkatnya menjadi seorang cucu. Mengingat dirinya hanyalah tebusan hutang.

"Saya tidak bercanda, Rossy. Saya memang ingin mengangkat kamu menjadi cucu saya!" tandasnya, kemudian meninggalkan Rossy yang tengah meyakinkan diri bahwa yang terjadi bukanlah mimpi semata.

****

Malam ini, Rossy sudah siap dengan sebuah dress berwarna merah yang melekat di tubuhnya. Gadis itu diajak makan malam bersama oleh Rolando dan dirinya akan diperkenalkan kepada cucu kandungnya. Rossy harap, kehadirannya dapat diterima dengan baik.

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang