15. Menjadi Cantik

213 28 2
                                    

Selepas kepergian Rossy dari rumah, Randika merasa telinganya sangat panas mendengar suara sang adik yang terus menggodanya. Ia sudah memperingatkan Raesa untuk menutup mulut, tetapi gadis itu semakin gencar mengatakan hal yang tidak-tidak.

"Raesa, diam kamu! Jangan buat Kak Randi marah!" amuknya pada Raesa yang tertawa lepas.

"Cie... Yang ditaksir sama mantan tunangan musuh sendiri," teriak Raesa belum puas membuat sang kakak naik pitam. "Bilangin ke Mama ah, biar Kak Randi diseret ke KUA!!" lanjutnya bersiap melangkah, namun Randika mencekalnya.

"Jangan main-main, Sa!" pekik Randika menatap tajam adik perempuannya.

Raesa mengehentikan tawa. Ia menatap lekat wajah kakak laki-lakinya. Usia Randika sudah matang untuk menikah, tetapi pria itu masih setia melajang. Kedua orangtuanya sudah tidak sabar ingin memiliki menantu dan menimang cucu.

"Kak, kasian Papa sama Mama. Mereka kepengen banget, ngeliat Kak Randi jalan sama cewek. Jangan kerjaan mulu yang diurusin. Aku yakin, Kak Randi juga kepengen punya pacar, 'kan? Cuma belum nemu yang cocok aja. Tapi, menurut aku Rossy cocok deh sama Kak Randika," cerocosnya membuat Randika mengembuskan napas gusar.

"Jangan ngadi-ngadi kamu! Udah, sana pulang!" usir Randika sambil mendorong tubuh sang adik keluar rumahnya.

Raesa mengerucutkan bibir saat sang kakak menutup pintu setelah pengusiran yang dilakukannya. Ia mengumpat dalam hati, memiliki kakak laki-laki aneh sepertinya. Jika bukan karena sayang, ia pastikan sudah mendesaknya menikah dengan gadis pilihan kedua orangtua.

"Kak Randi! Aku marah loh, aku nggak tanggung jawab ya, kalo besok Mama ke sini untuk nagih calon mantu!!" teriak Raesa yang diabaikan olehnya.

"Oh iya, Kak! Lusa bakal ada cewek yang nunggu Kak Randi di taman. Mama bilang, kalian disuruh joging bareng. Sekalian pdkt!!" teriaknya lagi.

Randika yang terlanjur kesal, melempar bantal sofa hingga mengenai vas bunga di meja. Mendengar suara benda terjatuh, membuat Raesa terbirit-birit meninggalkan rumah kakak laki-lakinya. Ia harus mengamankan diri sebelum Randika meluapkan kemurkaannya.

Dengan hati-hati, Rossy membuka pintu rumah. Ia menelan ludah melihat Rolando dan seorang wanita yang sudah dianggapnya sebagai ibu itu. Setelah bersalaman dan menyapa, ia duduk di sebelah Rachel.

"Dari mana kamu?" tanya Rolando disela menikmati kue yang dibawanya dari toko.

"Main ke rumah Mas Randi," jawabnya membuat Rolando tersedak.

Dengan sigap, Rossy meraih air minum dan mengelus punggung pria tua itu. Rolando menatap lekat manik mata cucu angkatnya. Ia tidak menemukan kebohongan di matanya. Tanpa sadar, senyumnya terukir. Ia tidak salah memilih seorang gadis untuk menaklukkan manusia kutub sepertinya.

"Bagus. Sekarang, kamu ikut saya. Saya akan buat Randika tergila-gila pada kamu," ucapnya membuat Rossy berpikiran negatif.

"Kakek mau bawa saya ke dukun?" celetuk Rossy yang mendapat sentilan di keningnya.

Rachel tertawa kecil. Kemudian, ia membantu sang tuan untuk berdiri. Rossy mengikuti langkah mereka dari belakang. Gadis itu merasa penasaran dengan apa yang akan dilakukan Rolando padanya.

"Kek! Kakek mau ajak saya kemana? Kalo ke dukun, saya nggak ikut. Ayah saya bilang itu musyrik, saya nggak mau menduakan Allah, Kek!" pekik gadis yang langsung diseret masuk ke dalam mobil.

"Jangan banyak bicara kamu! Diam dan ikut saja," tandas Rolando berhasil membuat Rossy bungkam.

Rossy bernapas lega melihat tempat tujuan mereka bukanlah dukun. Ia diajak masuk ke dalam tempat untuk memperindah dan mempercantik tubuh dengan segala perawatan yang tersedia. Rossy berpasrah saat beberapa orang mulai melakukan pelayanan kecantikan tubuh padanya.

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang