Malam yang ingin dihabiskannya dengan bersenang-senang, sepertinya tidak akan terjadi. Rolando menatap satu per satu gadis yang memakai pakaian kurang bahan itu. Mereka tampak menundukkan kepala, seolah takut untuk menatap wajah pria tua yang sudah merah padam menahan amarah.
"Eh, Kakek," sapa Ruqqy mencairkan suasana yang cukup menegangkan ini. Ia mengedipkan sebelah mata ke arah para gadis, mengisyaratkan pada mereka untuk bergegas pergi secepatnya. Mereka yang menyadari pun langsung berpamitan.
Selepas kepergian gadis-gadis itu, Rolando menjewer telinga cucunya. Lalu, memukuli pantatnya menggunakan tongkat yang selama ini membantunya berjalan. Ia tak memedulikan teriakannya yang mengaduh kesakitan dan meminta dibebaskan.
"Aduh, Kek! Sakit! Aku janji, ini yang terakhir kali aku sama mereka." Ruqqy berusaha membujuk kakeknya.
"Kamu pikir, Kakek bakal percaya sama janji-janji kamu? Nggak akan!" pekik Rolando membuat gadis yang sedari tadi menyaksikan mereka, akhirnya melepas tawa. Rossy merasa puas melihat pria yang tengah menderita di depan sana.
"Ayo, Kek! Pukul terus, jangan kasih kendor!!" teriak Rossy menyemangati sang Kakek yang semakin gencar memukul pantat cucunya.
Ruqqy melempar tatapan tajam pada cucu angkat sang kakek. Ia mengepalkan tangan disela rasa sakit yang menghujamnya. Keberadaan gadis itu hanya memberinya kesialan.
"Awas lo, bakal gue bales!" gumamnya.
"Kakek nggak mau tau, kamu harus berhenti jadi buaya! Kalo nggak, kamu bakal Kakek nikahin minggu depan!" tukas Rolando setelah menghentikan aksi memukulnya. Pria itu lelah menghadapi cucunya yang mendapat julukan buaya darat itu.
Rossy yang kini berada di sebelah Rolando, langsung mengangguk setuju. "Nikahin aja, Kek. Biar Mas Ruqqy nggak main cewek lagi."
Kali ini, Ruqqy akan bersabar. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Kemudian, menyusul sang Kakek yang beranjak masuk ke dalam rumahnya. Tiba di ruang tamu, ia menempati di sofa yang berhadapan dengan Rolando. Tatapan mengintimidasi mengarah pada gadis yang ikut menyusul mereka. Rossy yang merasa tengah ditatap oleh cucu angkat dari pria yang mengadopsinya berusaha bersikap tak acuh.
"Kakek mau nikahin aku sama siapa?" tanya Ruqqy sedikit penasaran. Menikah bukan masalah baginya. Selama gadis yang dinikahinya berwajah cantik dan bertubuh seksi.
Rolando terdiam sesaat. Ia tampak berpikir untuk menjawab pertanyaan dari cucunya. Ia menarik sudut bibir kala memandang Rossy yang tengah mengedarkan pandangan ke setiap sudut rumah ini.
"Dia," cetusnya menunjuk Rossy yang tersedak air liurnya sendiri. Berbeda dengan Ruqqy yang terbelalak.
"Najis!!" pekik keduanya bersamaan.
Seketika, tawa Rolando pecah. Cucu kandung dan cucu angkatnya itu bagai kucing dan anjing yang tak bisa akur. Namun, hal tersebut bukanlah masalah yang besar. Ia sedikit terhibur dengan sikap berani yang dimiliki gadis berambut sebahu itu.
Ruqqy dan Rossy saling membelakangi. Mereka tampak mengumpat satu sama lain. Pemikiran Rolando yang ingin menikahi mereka tidak akan terjadi. Keduanya saling membenci, dan tak mungkin saling mencintai.
"Amit-amit jabang bayi, gue nikah sama cewek kampung kayak lo! Udah pendek, body triplek! Nggak ada menarik-nariknya lo di mata gue!!" hina Ruqqy menatap Rossy dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Apa Mas pikir saya mau nikah lelaki buaya darat kayak Mas Ruqqy? Yang setiap hari pasti gonta-ganti cewek! Maaf ya, Mas
Meskipun, saya pendek dan body triplek, saya punya harga diri. Saya nggak akan mau punya pacar apalagi suami yang nggak setia kayak Mas Ruqqy!!" amuk Rossy meluapkan rasa ketidakterimaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Kontrak
Teen FictionRossy dijadikan sebagai tebusan hutang oleh ibu tirinya setelah kemarin sang ayah. Ia merasa cemas akan diperistri oleh pria tua yang menjadi juragan kampung di kampungnya. Tak menyangka, ia justru diangkat menjadi seorang cucu. Jeratan ibu tirinya...