40. Akhir Kesalahpahaman

68 6 0
                                    

Seorang wanita tergopoh-gopoh menyambut kedatangan seorang gadis yang selama ini disia-siakan. Ia merengkuh gadis tersebut dan menuntunnya masuk ke dalam rumah sederhana. Rumah yang dibeli Rossy atas persetujuan sang juragan. Wanita yang dulu hidup hura-hura, kini harus mendatangi satu rumah ke rumah lain untuk menawarkan jasa mencuci baju.

"Duduk dulu, ya. Ibu mau ambil singkong di dapur," titah Retno bergegas menuju dapur dan kembali dengan sepiring singkong rebus di tangannya.

Rossy tersenyum kecil. Wanita yang dulu selalu memberi siksaan, kini memberinya kasih sayang. Retno telah berubah seutuhnya. Tak ada lagi tatapan kebencian yang dilayangkan wanita itu pada Rossy yang diam-diam mengucapkan syukur di dalam hati.

"Pak Riswan, sini!" teriak Retno melambaikan tangan pada Riswan yang berdiri di samping mobil.

Mendengar namanya dipanggil oleh ibu tiri sang nona, Riswan pun melangkah lebar memasuki rumah. "Ada apa, Bu?" tanyanya setelah duduk di samping Rossy.

"Nggak ada apa-apa. Saya cuma mau ajak Pak Riswan makan singkong bareng. Maaf, kalo cuma ini yang saya suguhkan," ucap Retno tak enak hati.

"Bu, aku mau nginep di sini, boleh? Besok aku pulang ke kota lagi," tutur Rossy mengalihkan suasana canggung di antara mereka.

Retno mengangguk, "Boleh, Sayang. Rumah ini milik kamu. Kamu nggak perlu ijin untuk nginap atau tinggal di sini. Kalo gitu, Ibu tinggal, ya! Ibu harus ke rumah Bu Rukiyah."

Dua pasang mata itu tak luput memandang wanita yang berjalan tergesa-gesa. Riswan beranjak keluar dengan membawa sebuah singkong rebus di tangannya. Pria tersebut tak bisa berlama-lama berduaan dengan sang nona di dalam rumah. Sebelum kabar tak mengenakkan muncul, ia lebih baik mencari zona aman.

"Pak, ini minumnya. Nanti Pak Riswan ke rumah kakek aja, ya." Rossy memberikan segelas air putih, lalu kembali memasuki rumah.

Riswan segera menghabiskan minumnya, lalu menyusul langkah sang nona. "Non, ini gelasnya. Saya langsung pulang ke rumah tuan saja. Permisi, Non."

Setelah mendapat anggukan dari Rossy, Riswan pun melajukan mobil menuju rumah tuannya. Meninggalkan seorang gadis yang mengedarkan pandangan ke sekitar. Berita hangat tentang Rossy dan Retno semakin mencuat. Ada sebagian para warga yang mendukung keputusan Rossy yang memaafkan ibu tirinya. Sementara sebagian lainnya menentang Rossy begitu mudah memberikan kata maaf pada wanita jahat itu. Mereka lebih menyukai Retno menjadi seorang pengemis yang tidak memiliki tempat bernaung dan Rossy tak sampai hati membiarkan ibu tirinya hidup sengsara. Bagaimanapun juga, Retno yang mengurus dirinya selama sang ayah pergi merantau.

"Semoga ibu kuat hadepin cibiran dan gunjingan orang-orang," gumamnya seraya memasuki rumah dan menutup pintu rapat-rapat.

***

Jika Rossy memilih bermalam, berbeda dengan Rolando yang langsung kembali ke kota. Pria tua itu tak lepas memandangi foto putra dan cucunya. Rachel yang tengah mengemudi pun sesekali mencuri pandang ke arah spion tengah untuk melihat tuannya yang tak kunjung membuka suara, sedangkan Roni sedang terpejam untuk memulihkan tenaga. Lalu bergantian dengan Rachel mengemudi. Wanita tersebut menggantikan tugasnya sebagai supir untuk sementara.

"Tuan, lebih baik tidur. Sudah cukup memandangi foto itu sedari tadi," tegur Rachel saat lampu lalu lintas berwarna merah. Ia menyempatkan diri untuk menoleh ke arah tuannya yang menghela napas panjang.

"Apa sudah ada kabar tentang Ruqqy?" tanya Rolando mengalihkan pembicaraan.

Rachel menggeleng, "Belum Tuan."

Selama perjalanan yang tersisa, Rolando menuruti asisten pribadinya. Ia memejamkan kedua mata dan mulai memasuki alam mimpi. Melupakan beban pikiran yang membuat kepalanya terasa sangat berat. Tanpa terasa mereka tiba di Jakarta. Rachel ragu-ragu membangunkan tuannya. Ia melirik Roni di kursi kemudi. Pria itu hanya menatapnya diam. Di tengah jalan mereka kembali bertukar tempat. Roni melanjutkan tugasnya mengemudikan mobil sampai tujuan.

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang