24. Membuat Kue

173 21 11
                                    

"Aduh!" Ruqqy mengaduh kesakitan. Ia memegangi tangan gadis yang menjambak rambutnya itu.

Rossy tidak peduli dengan rasa sakit yang dirasakannya. Selain menjambak rambut, ia juga memukuli tubuh Ruqqy. Sampai kehadiran sang kakek berhasil melerai keduanya. Rolando berdiri di tengah-tengah antara mereka. Ia menatap bergantian ke arah dua cucunya yang saling membuang muka.

"Kenapa kalian ribut? Kalian itu sudah sama-sama dewasa. Jangan bertingkah seperti anak kecil," omel Rolando pada mereka yang menundukkan kepala.

"Maaf, Kek. Mas Ruqqy dulu yang salah. Saya udah capek-capek buat kue muffin malah dihabisin. Terus, sisanya malah dijatuhin. Tuh, Kakek liat!" Rossy menunjuk kue muffin hancur tak terbentuk di atas tanah.

Ruqqy melayangkan tatapan sinis pada cucu angkat sang kakek. "Dasar tukang ngadu lo."

Rolando menggelengkan kepalanya. Ia menyuruh kedua cucunya untuk masuk ke dalam rumah. Kemudian mereka duduk di sofa ruang tamu. Rossy dan Ruqqy duduk saling berjauhan. Membuat pria tua itu merasa sedikit geram.

"Ruqqy, kamu minta maaf sama Rossy," suruhnya pada Ruqqy yang bergeming. "Ruqqy, ayo!"

"Nggak mau, Kek," tolaknya yang tak sudi meminta maaf.

Rossy mencibir. Ia melirik pria yang tertangkap basah sedang menatapnya. Rolando yang menyadari keributan akan terjadi lagi, segera menengahi.

"Ya sudah, kalo kamu nggak mau minta maaf, kamu bantu Rossy buat kue lagi. Kalo kamu masih nggak mau juga, Kakek akan serahkan kamu pada Rossy. Terserah, kamu mau diapakan sama dia," ucap Rolando membuat cucu angkatnya tersenyum penuh kemenangan.

"Ayo, Mas bantuin saya buat kue. Tapi Mas Ruqqy belanja bahan-bahannya dulu, ya!" seru Rossy yang melunjak. Gadis itu tersenyum manis pada pria yang mencoba menahan amarahnya.

Jika bukan karena kakeknya, Ruqqy tak akan mau menurutinya. Setelah Rossy menulis semua bahan yang dibutuhkan, ia bergegas membelinya. Selama perjalanan, ia terus menggerutu hingga tak menyadari bila dirinya telah tiba di toko yang menjual bahan-bahan kue.

"Revano?" panggil seorang gadis menatap tak percaya ke arah pria yang memundurkan langkahnya.

Ruqqy menarik sudut bibir, kemudian menyugar rambutnya. "Rara ya?"

Gadis itu mengangguk pelan. "Vano masih inget Rara?"

"Ya masihlah. Lo 'kan tetangga pertama gue," jawabnya membuat pipi Rara bersemu merah.

Bertemu dengan mantan tetangganya, membuat Ruqqy melupakan tugasnya. Pria itu mengajak Rara pergi menghabiskan waktu bersama di cafe sebelah toko bahan kue. Ia tak menyadari, jika ada dua pasang mata yang sejak tadi memperhatikan.

"Wah, keterlaluan banget ini. Pak, minjem handphonenya dong. Saya mau mengabadikan momen spesial." Rossy memotret mereka yang tampak bersenda gurau. Kemudian ia mengirimkan hasil potretnya kepada sang kakek.

Rossy tersenyum menyeringai, lalu melangkah memasuki toko bahan kue. Ia membeli semua bahan yang dibutuhkan. Namun, ada satu bahan yang tak bisa dicapainya. Rossy menengok ke sekeliling yang terlihat begitu sepi. Setelah meletakkan keranjang belanja di lantai, ia melompat kecil. Sayangnya, hal itu masih tidak berhasil juga.

"Makanya sering olahraga, biar tinggi," ucapnya membuat senyum Rossy merekah.

"Mas Randi ada di sini? Sama siapa, Mas? Jangan-jangan, Mas Randi ikutin saya ya?!" tanyanya dengan mata berbinar.

Randika mengangkat dagu ke arah gadis yang berada tidak jauh dari mereka. Rossy menghampiri Raesa yang masih belum menyadari keberadaannya. Ia memeluk tubuh gadis itu, membuat Raesa tersentak kaget.

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang