"Maaf, Mas! Saya nggak maksud gitu. Maksud saya itu —" ucap Rossy terpotong saat cucu kandung Rolando melangkah menuju kamarnya. Ia terbelalak saat pria itu menutup dan mengunci pintu.
Rossy menggedor-gedor pintu kamar, tetapi tak kunjung mendapat sahutan. Ia menggigit bibir bawahnya. Mereka tak mungkin bermalam di atap yang sama. Rossy takut terjadi sesuatu padanya. Setelah membereskan piring bekas makan dan mencucinya, ia memutuskan untuk ke rumah Ruqqy. Malam ini, mereka bertukar rumah.
"Mas, pintu depan belum saya kunci," teriaknya, lalu melangkah keluar.
Rossy mengamati setiap sudut kamar pria itu. Sudut bibirnya terangkat, menyadari jika kamar ini terlihat sangat nyaman. Ia merebahkan tubuhnya di kasur. Mengingat, Ruqqy juga pasti melakukan hal yang sama di kamarnya.
Suara dering telepon, membuat Rossy terbangun dari tidurnya. Ia meraih ponsel yang diletakkan di meja sebelah kasur. Matanya memicing, melihat sebuah nomor yang tidak dikenal menelepon di tengah malam seperti ini.
"Halo?" ucapnya dengan suara serak.
Rossy membulatkan mata mendengar suara seorang gadis mengomel di seberang sana. Ia menduga, gadis tersebut adalah kekasih Ruqqy. Rossy mematikan sambungan telepon. Ia yang masih merasa kantuk, akhirnya kembali melanjutkan tidur.
Suara gedoran pintu membuat tidur seorang gadis terusik. Rossy merasa menyesal telah mengambil keputusan bermalam di rumah ini. Dengan menahan kantuk, ia beranjak menuju pintu utama. Rossy menguap panjang sambil membuka pintu. Ia menatap ke arah gadis yang wajahnya tampak merah padam.
"Lo siapa?" tanya gadis tersebut menunjuk Rossy yang dalam keadaan berantakan. Pakaian yang dikenakannya terlihat kusut, dan rambutnya yang acak-acakan. Membuatnya berpikir hal yang tidak-tidak. Mengingat, sang kekasih tinggal seorang diri di rumahnya.
"Di mana Revano?" bentaknya melayangkan tatapan tajam pada Rossy.
"Revano siapa?" tanya Rossy yang masih mengumpulkan nyawanya. "Oh, Mas Ruqqy," lanjutnya setelah teringat nama lain dari cucu kandung sang kakek.
"Siapa lo sebenernya? Sampe berani manggil Revano dengan nama Ruqqy?!" teriaknya membuat Rossy kebingungan.
Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan cucu angkat Rolando. Rossy memegangi pipinya yang berdenyut nyeri. Ia tidak membuat kesalahan, tetapi gadis itu berani melakukan kekerasan padanya.
"Maksud Mbak apa? Main tampar saya gitu aja!" pekik Rossy dengan amarah yang menggebu-gebu.
"Nggak usah pura-pura nggak tau deh, lo! Sekarang lo kasih tau gue, apa yang udah lo lakuin sama Revano?" ujarnya membuat Rossy mengerti arah pembicaraan gadis yang telah salah paham itu.
Rossy tersenyum miring. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, kemudian berjalan mendekati gadis tersebut. "Yakin Mbaknya mau tau? Takutnya, kalo saya kasih tau, Mbak malah iri sama saya."
"Cepet kasih tau gue!" desaknya tak sabar.
"Semalem, saya sama Mas Ruqqy —ah, nggak perlu saya jelasin, Mbaknya pasti ngerti. Jadi malu sendiri saya, Mbak," seloroh Rossy menahan tawa melihat raut wajah gadis yang menahan rasa amarah dan kecewa itu.
Selepas kepergian gadis tersebut, Rossy tertawa terbahak-bahak teringat apa yang telah dilakukannya. Ia berniat untuk mengerjai kekasih Ruqqy, dengan harapan hubungan percintaan mereka kandas.
"Aduh, ngakak banget sih. Padahal aku 'kan cuma bohongan doang. Kok, dia keliatan marah banget," monolognya sambil melangkahkan kaki ke rumah yang diberikan oleh Rolando.
Perasaan Rossy berubah tidak enak melihat pintu yang terbuka. Ia bergegas mencari keberadaannya. Apa yang dikhawatirkan Rossy benar-benar terjadi. Cucu kandung Rolando telah memakan semua cemilan dan minuman miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Kontrak
Teen FictionRossy dijadikan sebagai tebusan hutang oleh ibu tirinya setelah kemarin sang ayah. Ia merasa cemas akan diperistri oleh pria tua yang menjadi juragan kampung di kampungnya. Tak menyangka, ia justru diangkat menjadi seorang cucu. Jeratan ibu tirinya...