Tak mengindahkan perkataan sang Kakek, Ruqqy tetap kembali ke rumahnya. Ia mengepalkan tangan melihat rumahnya yang tampak gelap gulita, sedangkan rumah di sebelahnya terang benderang. Tanpa berpikir panjang, ia melangkah menuju rumah Rossy dan menggedor-gedor pintu. Ia tidak peduli, jika gadis yang menempati rumah tersebut tengah tertidur.
"Rossy, bangun lo!" teriaknya berhasil mengusik tidur dua orang gadis.
Rossy membuka matanya perlahan. Ia melirik ke arah Raesa yang sudah mengubah posisi menjadi duduk. Gadis itu menguap panjang, kemudian menyibak selimut.
"Mbak tunggu sini aja, biar aku yang keluar." Raesa membuka pintu kamar. Ia berjalan lunglai menuju pintu utama.
Ruqqy tersentak melihat putri saingan bisnis sang kakek di rumah ini. Ia mengerutkan kening, menatap Raesa yang melipat kedua tangannya di depan dada. Gadis itu melempar tatapan sinis padanya.
"Kenapa lo bisa ada di sini? Di mana Rossy?" tanya Ruqqy mencoba menerobos masuk, tetapi dihentikan oleh Raesa.
"Ngapain lo cari Mbak Rossy, setelah lo tinggalin dia sendirian di cafe!" bentaknya terbawa emosi.
"Bukan urusan lo! Minggir!"
Ruqqy menepis tangan yang menghadangnya. Ia menghentikan langkah di depan kamar Rossy. Ia hendak membuka pintu kamar tersebut, tetapi lebih dulu dibuka oleh seorang gadis. Mata Ruqqy menelisik wajah bantal nya. Sejenak, perasaan bersalah menyusup ke dalam hatinya.
"Sorry," ucap Ruqqy terdengar tulus.
Rossy mengulurkan tangan ke arah Raesa yang berdiri di belakang cucu kandung Rolando dan mengabaikan keberadaan pria tersebut. "Ayo lanjut tidur, Sa,"
Raesa tersenyum dan mengangguk. "Mbak duluan aja, aku masih harus usir buaya ini."
Tatapan tajam menyergap gadis yang berkacak pinggang. Raesa menutup pintu kamar, dan mendorong tubuh Ruqqy keluar rumah. Ruqqy yang tak mau kehilangan kendali, memilih diam.
"Sekarang aku tau alasan kalian yang gagal tunangan. Kak Revano itu nggak pantes untuk Mbak Rossy," ucapnya, kemudian membanting pintu dengan keras.
Ruqqy tercengo. "Hah? Gagal tunangan? Gue sama Rossy? Gila tuh cewek!"
Ia menggelengkan kepala, merasa tak habis pikir pada gadis yang telah mengada-ada jika mereka gagal bertunangan. Tersadar akan waktu yang semakin larut, ia pun memilih untuk mengistirahatkan tubuh.
"Kenapa gue yang ngerasa jadi cucu angkat, ya?" gumamnya mengingat sang kakek yang lebih memedulikan gadis kampung itu daripada dirinya.
***
Rossy terbangun saat mencium aroma harum yang menyeruak masuk ke dalam indra penciumannya. Ia membuka mata dan mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar. Tidak ada Raesa di sini. Ia menduga, jika Raesa yang sedang memasak di dapur. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju asal aroma harum itu.
"Tante!" pekiknya terkejut mendapati seorang wanita yang tengah menggoreng ayam.
Rachel mengulum senyum. "Kamu udah bangun?"
Rossy mengangguk pelan. Ia menerima segelas air yang diberikan olehnya. Sejenak, ia mengamati Rachel yang mematikan kompor dan menyajikan ayam goreng di meja makan.
"Tante kok bisa ada di sini? Terus, Raesa kemana?" tanya Rossy mengedarkan pandangan ke sekeliling.
"Udah pulang." Rachel memberikan sepiring nasi dan ayam goreng pada cucu angkat tuannya. "Kita sarapan dulu ya, Ros."
Mereka pun sarapan bersama. Senyuman tak luntur dari wajah Rossy. Gadis itu merasa kehadiran seorang ibu dari dalam diri wanita tersebut. Kasih sayang tulus Rachel, membuat Rossy sangat menyayanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Kontrak
Teen FictionRossy dijadikan sebagai tebusan hutang oleh ibu tirinya setelah kemarin sang ayah. Ia merasa cemas akan diperistri oleh pria tua yang menjadi juragan kampung di kampungnya. Tak menyangka, ia justru diangkat menjadi seorang cucu. Jeratan ibu tirinya...