37. Cinta Sejati

166 23 3
                                    

Pandangan Ruqqy mengabur. Pria itu membulatkan mata saat melihat seorang anak kecil yang berlari menyeberang jalan. Karena terkejut, ia pun membanting setir mobil hingga menerobos pembatas jalan dan menabrak sebuah pohon. Kepalanya terbentur pada setir yang menyebabkan cairan berwarna merah mengalir deras. Perlahan, kegelapan menyelimuti Ruqqy yang kemudian kehilangan kesadaran.

Orang-orang mulai berdatangan. Mereka membuka pintu kemudi dan membopong pria korban kecelakaan tunggal. Raja yang hendak melewati jalan guna menyusul sahabatnya dibuat terkejut setengah mati. Ia berlari mengejar bapak-bapak yang membawa Ruqqy menuju salah satu mobil yang akan membawanya ke rumah sakit.

"Pak, itu temen saya. Bawa ke mobil saya aja," pekik Raja menghentikan pergerakan mereka yang akan memasukkan Ruqqy ke dalam mobil yang terparkir di depan sana.

Perasaan cemas mulai menguasai dirinya. Raja mengemudikan kendaraan beroda empat ini dalam kecepatan tinggi. Sesampainya di rumah sakit, ia segera menghubungi Rolando. Mengabarkan bahwa sang cucu telah kecelakaan dan saat ini tengah mendapat pertolongan dari sang dokter.

"Riswan! Antar saya ke rumah sakit! Ruqqy kecelakaan!" Rolando melangkah tergesa-gesa menuju mobilnya. Ia menoleh ke arah sang asisten yang berdiri di teras rumah. "Rachel, kamu jemput Rossy pulang."

Pikiran-pikiran buruk mulai merasuki. Rolando tak mau kehilangan cucu kesayangan yang selama ini tumbuh besar di sisinya. Sepanjang perjalanan, ia terus berdoa kepada Tuhan agar Ruqqy diberi keselamatan.

Ruqqy adalah satu-satunya alasan Rolando bertahan. Ia tak tega pada pewaris keluarga Roddick yang menjadi korban atas keegoisan kedua orangtuanya. Ayah Ruqqy yang lebih tepatnya adalah putra semata wayang Rolando telah berpulang ke pangkuan Tuhan lima tahun silam. Seusai perceraian putra dan menantunya, Ruqqy mulai tinggal bersamanya karena ayah dan ibu Ruqqy menikah lagi dan melanjutkan hidup bersama keluarga baru mereka. Meninggalkan Ruqqy kecil yang tak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah dan ibu.

Selama hidup bersama sang kakek, Ruqqy tak pernah menanyakan keberadaan kedua orangtua. Pria itu cukup kecewa kepada mereka yang menelantarkan dirinya. Mereka tak pernah mengunjungi atau bahkan menanyakan kabarnya. Membuat Ruqqy benar-benar tak lagi menganggap mereka sebagai orangtua.

"Raja, gimana kondisi Ruqqy?" tanya Rolando pada Raja yang menuntunnya untuk duduk.

"Luka di kepala Ruqqy nggak terlalu parah, Kek. Cuma dia demam tinggi." Raja menceritakan kronologis kecelakaan yang menimpa sang sahabat. Kemudian, mereka memasuki ruang rawat inap. Rolando tersenyum getir memandang cucunya yang terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit.

"Maafkan, Kakek. Kakek bersalah," ucap Rolando menggenggam erat tangan pria yang masih tak sadarkan diri.

Raja membawa sebuah kursi dan membantu kakek sahabatnya untuk duduk. Ia mengundurkan diri guna memberi waktu berdua pada Rolando dan cucunya.

Suara isak tangis memenuhi ruang rawat ini. Rasa bersalah dan penyesalan memenuhi hati Rolando. Pria tua yang tersiksa atas perubahan sikap Ruqqy yang berubah membencinya.

Kedua mata cucu Rolando perlahan terbuka. Ia terkesiap saat tangannya terasa kebas. Ia menghela napas berat melihat infus di punggung tangannya. Saat Ruqqy menoleh ke kanan, ia menemukan kakeknya yang masih terduduk di sofa ruang rawat ini.

"Ruqqy, kamu udah sadar? Kamu mau minum atau makan? Raja! Cepet masuk, Ja! Ruqqy udah siuman!" teriak Rolando heboh sendiri.

Pria tua itu berjalan mendekat. Ia tersenyum memandangi wajah pucat cucunya. Saat ia ingin menyentuh kepala Ruqqy, pria itu segera menepisnya. Menandakan bahwa Ruqqy masih kecewa pada kakeknya.

"Qy, lo mau minum?" Ruqqy mengangguk pelan. Ia meminum air dengan bantuan Raja. Sementara Rolando hanya diam mengamati. Cucunya itu masih menjaga jarak dengannya.

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang