04. Rumah Yang Diapit

335 26 0
                                    

Sejak kejadian itu, Rossy mengurung dirinya di dalam kamar. Ia menolak sarapan dan memilih melanjutkan tidur, sampai kedatangan seseorang yang terpaksa membuatnya bangun dan bersiap-siap. Pria tua yang mengadopsi Rossy memintanya untuk tinggal di rumah yang lain. Rossy yang sudah terikat kontrak, tak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa menerima dan memikirkan cara untuk mendapatkan hati Randika agar segera terbebas dari kontrak yang mengikatnya.

Untuk sampai ke rumah itu, mereka menghabiskan waktu selama setengah jam. Rossy yang masih merasa kantuk, masih menyempatkan diri untuk tidur. Rachel yang melihatnya, hanya bisa menggelengkan kepala.

Setibanya di pekarangan rumah bercat putih, Rachel pun membangun gadis yang enggan membuka matanya. Rossy dipaksa turun oleh Rachel yang menarik-narik tangannya. Untuk kedua kalinya, Rossy terkesima melihat rumah bak istana. Ia menatap tanpa kedip ke arah rumah besar yang diberikan Rolando padanya.

Perlahan, Rossy melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Rachel yang berdiri di sampingnya tak berhenti tersenyum. Wanita itu tahu, jika tuannya akan memperlakukan gadis tersebut dengan baik. Hanya saja, Rolando selalu ingin mengambil keuntungan dari setiap kebaikan yang dilakukannya.

"Rossy, ini kamar kamu. Gimana, kamu suka, kan?" ucap Rachel menunjuk kamar yang sudah disiapkan untuknya.

Rossy menganggukkan kepala. "Iya Tante."

Rachel tersenyum, kemudian menepuk pundak gadis itu. "Kamu baik-baik di sini ya! Tante masih ada urusan."

"Tante Rachel, apa saya tinggal sendirian di rumah ini?" tanya Rossy merasa takut tinggal seorang diri di rumah sebesar ini.

"Iya. Kamu tenang aja ya, Rossy. Tante bakal sering-sering ke sini kok!" sahutnya membuat rasa takut yang dirasakan Rossy sedikit berkurang. Namun, hal itu masih belum bisa membuat hatinya terasa tenang.

"Tante janji, kan?" Rossy ingin memastikan jika wanita itu akan sering mengunjunginya, karena ia tak mengenal siapa pun di kota ini. Selain Rolando, Rachel, dan Ruqqy.

"Iya, Sayang." Rachel memeluk erat tubuh gadis yang sudah dianggapnya seperti adik sendiri. Ia yang merasa gemas pun mencubit pipi gembulnya.

Bertemu dengan orang penyayang seperti Rachel adalah sebuah keberuntungan dalam hidup Rossy. Ia bisa merasakan kasih sayang yang selama ini diinginkannya. Senyuman Rossy meluntur saat Rachel mengakhiri pelukan mereka. Wanita itu beralih menggenggam kedua tangan Rossy yang menatap lekat manik matanya.

"Rossy, Tante pergi dulu ya? Masih ada urusan yang harus Tante urus." Rachel mengelus puncak kepala gadis yang tampak tak ingin ditinggal olehnya.

"Tante, Rossy ikut Tante aja ya! Rossy nggak berani sendirian di sini." Harapannya pupus saat Rachel menggeleng pelan. Wanita itu tersenyum sambil menganggukkan kepala, seolah meyakinkan jika dirinya bisa tinggal seorang diri.

"Kamu ke rumah Mas Ruqqy aja, Ros," usul Rachel setelah sejenak berpikir. Ia menyeret Rossy keluar rumah.

Rachel menunjuk rumah sebelah kanan yang bercat abu muda itu. "Kamu ke rumah Mas Ruqqy aja. Biasanya, dia ada di rumah kalo hari libur seperti ini. Kalo gitu, Tante pamit ya! Assalamu'alaikum."

Rossy menelan ludah dengan susah payah. Kejadian di pagi buta tadi masih membekas diingatannya. Di mana, Ruqqy telah merenggut keperawanan bibir ranumnya. Pria itu telah mengambil ciuman pertama Rossy.

"Kenapa Kakek tua itu suruh aku tinggal di rumah yang sebelahan sama cucunya sih, ya Allah..." keluh Rossy menengadahkan kepala ke arah langit yang cerah.

Lamunan gadis itu membuyar saat sebuah botol plastik mengenai kepalanya. Ia mengaduh kesakitan dan menoleh ke arah pria yang berdiri di depan sana. Pria yang baru saja dipikirkannya, sekarang berjalan menuju dirinya. Rossy terburu-buru melangkah mundur, hingga menabrak kursi teras yang membuatnya jatuh terduduk.

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang