33. Pengkhianat

138 18 7
                                    

Halo semuaa...

Apa kabar?? Aku come back loh...

Ada yang kangen sama aku nggak?? Kalo aku kangen banget sama kalian🥰🥰

Lope U Sekebon ❤️❤️

Niat awal aku tuh mau update tepat tanggal 17 Agustus, tapi kelamaan

Jadi aku update sekarang!! Seneng nggak???

Aku nggak jadi Hiatus sampe satu bulan loh, terhitung cuma dua minggu yaa

Alhamdulillah, kesibukan aku sedikit berkurang dan aku meluangkan waktu untuk lanjut cerita-cerita yang lagi digarap ini supaya cepet tamat, wkwkkk

Oke deh, selamat membaca 💕

***



"Tuan Muda, Non Rossy sudah pulang, katanya teringat cucian," lapor satpam pada anak majikannya.

Kening Randika mengerut. Ia teringat jika hari ini adalah jadwal kekasihnya mencuci baju. Sejenak, ia merasa bersalah. Ia terlalu egois meminta Rossy menemani dirinya bekerja. Sementara gadis itu juga mempunyai pekerjaan yang harus dikerjakan. Kemudian ia kembali mengendarai kuda besinya menuju rumah sang gadis. Sesampainya di sana, ia dibuat bingung dengan keheningan yang ada. Tiga rumah yang bersebelahan itu tampak sepi tak berpenghuni.

"Revano!" teriak Randika memanggil Ruqqy yang baru tiba di depan rumah.

"Kok kayak ada yang manggil nama gue, ya? Tapi nggak ada siapa-siapa di sini." Ruqqy mengedarkan pandangan ke sekitar. Ia berpura-pura tidak melihat Randika yang berdecak sebal. Kemudian pria itu berjalan menghampirinya.

"Lo tau Rossy nggak?" tanya Randika tanpa berbasa-basi.

Ruqqy menautkan kedua alis, lalu mengetuk-ngetuk dagu menggunakan jari telunjuk. "Rossy siapa, ya? Perasaan gue nggak pernah kenal tuh sama yang namanya Rossy."

"Terserah. Gue cuma mau titip obat untuk cewek gue," tandas Randika memaksa Ruqqy menerima kantung kresek kecil berisi obat.

"Dia cewek lo! Kenapa harus gue yang direpotin?!" gerutu Ruqqy melempar kantung kresek tersebut ke tempat sampah selepas kepergian musuh bebuyutannya.

Semalam ia tak pulang karena menginap di rumah Raja. Entah mengapa, rasanya begitu malas menginjakkan kaki di rumah yang bersebelahan dengan cucu angkat sang kakek. Selama satu bulan mereka tak pernah bertegur sapa. Ruqqy sibuk bekerja, sedangkan Rossy sibuk mendapatkan kepercayaan calon mertuanya.

"Hidup gue kok jadi sepi gini, ya? Nggak ada adu cocot lagi sama tuh cewek tepos," gumam Ruqqy menjatuhkan diri di sofa kamar.

Saat kepalanya menoleh ke samping kanan, ia melihat sebuah roti buaya di atas kasur. Segera ia beranjak menuju ranjang dan mengambil sebuah surat yang tergeletak di atas roti tersebut. Meski surat itu adalah surat kaleng, ia tahu betul siapa pengirimnya.

Halo, Mas...
Apa kabar?
Sudah lama, ya, kita nggak ngobrol, debat, dan bertengkar. Mas kangen nggak sama saya? Kalo saya sih biasa aja.
Maaf Mas, saya bercanda.

Sebenarnya, saya kangen banget sama Mas Ruqqy.

Mungkin, setelah Mas baca surat ini, saya udah pergi. Mas Ruqqy nggak perlu khawatir lagi. Kakek Rolando akan sepenuhnya milik, Mas.

Selamat tinggal, Mas Ruqqy. Terima kasih untuk semuanya. Saya nggak akan lupain Mas dan kalian semua....

Ruqqy merebahkan tubuh di samping roti yang diduga dibuat sendiri oleh gadis itu. Kedua matanya terpejam. Mengingat kalimat demi kalimat yang ditulis di selembar kertas itu. Ia memang benci pada cucu angkat sang kakek, tetapi ia tak pernah menyangka jika gadis tersebut akan pergi secepat ini.

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang