34. Merasa Bersalah

137 17 0
                                    

SELAMAT HUT RI KE-78 🇮🇩🇮🇩

MERDEKA!!!

***

Seorang gadis menatap rumah pria tua yang telah mengadopsinya. Ia menyerahkan koper berisi pakaian yang sudah dikemas semalam. Kontrak yang mengikatnya telah berakhir. Seharusnya, ia merasa bahagia karena tak ada lagi peringatan-peringatan yang Rolando berikan. Namun, hati kecilnya menentang rasa bahagia tersebut. Ia justru merasa sangat berdosa telah menipu sosok pria yang mencintai dengan tulus.

"Riswan, antarkan Rossy ke bandara," titah Rolando sembari menepuk-nepuk pundak cucu angkatnya. "Kehidupan barumu akan segera dimulai. Temukan kebahagiaanmu yang lain di sana, Ros."

Rossy mengangguk dan tersenyum. "Terima kasih, Kek. Saya pamit."

Mobil berwarna hitam itu mulai melaju. Rossy meremas dadanya yang terasa sesak. Di depan Rolando, ia berpura-pura tegar. Berpisah dengan orang yang dicintai adalah hal yang sangat berat. Apalagi, mereka berpisah karena sebuah pengkhianatan. Rossy dapat membayangkan betapa kecewanya Randika saat tahu jika gadis yang dicinta adalah orang yang telah mencuri berkas berharga keluarga Richardson. Ia harap, Rolando benar-benar memberi perlindungan padanya.

"Pak Riswan jangan bilang ke Kakek, kalo saya nggak pergi ke luar negeri." Riswan mengangguk. Ia memandang kepergian sang nona. Sudut bibirnya tertarik, lalu melambaikan tangan pada Rossy yang melangkah masuk ke salah satu bus.

Rossy mendongakkan kepala. Tak boleh ada air mata di hari kebebasannya. Ia akan kembali ke kampung halaman. Mengunjungi tempat peristirahatan terakhir sang ayah. Rossy mencoba tersenyum. Ia menoleh ke arah jendela. Memandang pantulan wajahnya yang sembab.

"Ayah, aku pulang," gumamnya tak kuasa menahan air mata yang terus mendesak keluar.

***

Langkah seorang pria terhenti saat mendengar obrolan sang kakek bersama asistennya. Ia mengepalkan kedua tangan. Menyandarkan tubuh pada dinding dengan mata terpejam.

"Saya sangat puas, Rachel. Saya nggak nyangka, Rossy bisa dapatin kepercayaan keluarga Richardson dengan mudah. Sekarang, berkas berharga mereka sudah berada di tangan saya." Rolando tersenyum penuh bangga. Ia memandang langit-langit ruang kerjanya. Tanpa menyadari jika ada dua pasang mata yang merasa tidak gembira atas pencapaiannya.

Ruqqy membanting pintu dengan keras. Ia menatap tajam ke arah pria tua yang berdeham sambil membenarkan posisi jas navy yang dikenakan. Rachel segera undur diri. Wanita itu tak mau ikut campur dalam masalah keluarga tuannya.

"Apa maksud ucapan, Kakek?" tanya Ruqqy dengan dada naik-turun.

Rolando menghela napas panjang. "Kamu udah denger sendiri. Kenapa harus tanya lagi."

Kesabaran Ruqqy berada di ujung tanduk. Pria itu melempar vas bunga yang berada di meja sang kakek, lalu beralih pada berkas-berkas. Tak peduli jika perbuatannya akan memancing kemarahan Rolando.

"Untuk apa Kakek mencuri berkas itu, hah?!" bentak Ruqqy merasa tak habis pikir. "Dan apa hubungannya dengan Rossy!"

Rolando tersenyum menyeringai. "Duduk yang tenang. Akan Kakek jelaskan. Dengan syarat, kamu nggak boleh menyela penjelasan Kakek."

Setelah cucu kandungnya menurut untuk duduk dan sedikit lebih tenang, ia pun menceritakan tentang awal mula pertemuan dengan Rossy yang dijadikan tebusan hutang. Lalu mengangkat gadis itu menjadi seorang cucu dan menjebaknya menandatangani sebuah kontrak.

Tiga misi utama dilakukan Rossy dengan sangat baik. Ruqqy sudah tak bisa pria buaya lagi dan toko kue selalu ramai pengunjung dan banyak pesanan selama Rossy ikut andil mengelola toko. Kemudian, gadis itu juga melaksanakan misi yang paling utama tanpa ada kegagalan di dalamnya. Rossy berhasil mencuri berkas berharga keluarga Richardson. Meninggalkan luka mendalam pada pria yang mendapat julukan manusia kutub.

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang