Semalaman Rossy tak bisa tidur. Gadis itu terus terjaga di dalam kamarnya hingga seseorang membuka pintu kamar yang tidak terkunci. Cepat-cepat Rossy merebahkan tubuh dan menarik selimut hingga menutupi dada. Gadis itu berpura-pura tidur, sampai sebuah tangan menepuk pelan pipinya.
"Bangun!" ucap Ruqqy menarik kasar selimut yang menutupi tubuh cucu angkat Kakeknya.
Dengan amat terpaksa, Rossy membuka matanya. Ia menguap panjang dan menatap sayu ke arah pria yang memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Sejenak, Rossy terhanyut menikmati salah satu keindahan ciptaan Tuhan. Seumur hidupnya, ia tak pernah melihat pria setampan Ruqqy. Di kampung halamannya tak ada pria tampan. Kalaupun ada, pasti akan menjadi kekasih Rania. Mengingat saudari tirinya adalah kembang desa di kampung mereka.
"Bikinin gue kopi!" pintanya membuyarkan lamunan Rossy.
Pria itu sengaja membangunkan Rossy di pagi buta. Ia ingin membuatnya tidak betah tinggal di rumah ini, sehingga gadis yang diketahuinya bernama Rossy itu bisa secepatnya angkat kaki. Sekaligus sebagai balas dendam karena telah menggeser posisinya sebagai cucu nomor satu Kakek Rolando.
"Saya ngantuk, Mas!" tolak Rossy kembali terpejam.
Senyuman miring terbit di wajahnya yang tampan. Ruqqy, pria itu meraih segelas air dari atas nakas dan menumpahkannya tepat di wajah Rossy. Ia tertawa melihat Rossy yang gelagapan dan langsung membuka matanya lebar-lebar.
"Mas apa-apaan sih!" bentak Rossy mengusap wajahnya yang basah.
"Bikinin gue kopi, sekarang!" serunya sebelum meninggalkan Rossy yang tersulut emosi.
Setelah berganti pakaian, Rossy bergegas ke dapur. Ia mencibir melihat Ruqqy yang tengah berkutat dengan laptopnya di ruangan dekat dapur. Rasanya, ia ingin menimpuk wajah pria tampan yang menyebalkan itu.
"Rossy, lo bisa cepet dikit nggak sih? Buat kopi aja lama banget!" gerutu Ruqqy melirik ke arah gadis yang sudah menguap beberapa kali sembari menunggu air yang direbusnya mendidih.
Rossy membuka matanya yang terasa berat. Ia sudah tak kuasa menahan rasa kantuknya. "Mas, buat kopi juga butuh proses. Nggak bisa instan, langsung jadi."
Ruqqy menghentikan pergerakan jemarinya saat gadis itu tiba dengan secangkir kopi yang sangat ditunggunya. Sudah menjadi kebiasaannya begadang sampai pagi saat hari libur seperti ini dan ia akan memanfaatkan keberadaan cucu angkat kakeknya untuk menyiapkan apa pun yang dibutuhkannya.
"Ini kopinya, Mas," ucapnya seraya menyajikan secangkir kopi tersebut. Merasa tugasnya sudah selesai, Rossy pun beranjak meninggalkan Ruqqy seorang diri. Namun, seseorang mencekal pergelangan tangannya. Mau tak mau, Rossy pun menghentikan langkah kaki dan memutar tubuh menghadap pria yang menatapnya tajam.
"Siapa yang suruh lo pergi, hm?" tanya Ruqqy berhasil membuat jantung seorang gadis berdebar kencang. Tak mau terhanyut lebih lama menikmati ketampanan wajahnya, Rossy pun langsung memalingkan wajah ke arah lain.
"Sa-Saya mau tidur, Mas. Udah nggak kuat nahan ngantuk lagi." Rossy menahan rasa gugup yang menyelimuti.
"Gue nggak izinin. Sekarang lo duduk, temenin gue!" perintah Ruqqy tak terbantah. Pria itu langsung menarik tangan Rossy untuk duduk di sebelahnya.
Rossy menumpu dagu menggunakan kedua tangan. Ia merasa sangat kantuk. Baru saja ia memejamkan mata, suara semburan air memaksanya untuk kembali terjaga. Tubuh Rossy tersentak saat Ruqqy meletakkan cangkir kopi secara kasar di atas meja.
"Lo bisa buat kopi nggak sih?" pekik Ruqqy, lalu membersihkan mulutnya menggunakan tisu.
"Kenapa, Mas?" tanyanya sedikit linglung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Kontrak
Teen FictionRossy dijadikan sebagai tebusan hutang oleh ibu tirinya setelah kemarin sang ayah. Ia merasa cemas akan diperistri oleh pria tua yang menjadi juragan kampung di kampungnya. Tak menyangka, ia justru diangkat menjadi seorang cucu. Jeratan ibu tirinya...