27. Menjadi Kekasih (?)

209 18 4
                                    

"Gue bakal tanggung jawab," tandasnya menatap lekat manik mata Rossy yang sudah tak bisa lagi menyembunyikan senyum.

Entah, kemalangan atau keberuntungan yang menimpanya. Tidur berpelukan dengan lawan jenis sangat mengusik akal sehatnya. Rossy tak tahu, bagian tubuh yang mana saja yang tersentuh. Namun, karena peristiwa tak disengaja itu, Randika menyerahkan diri untuk bertanggungjawab. Ia tak perlu susah payah mengejarnya lagi.

"Udah gila lo, Ran! Kalian pelukan itu nggak sengaja, lo nggak perlu sampe segitunya!!" pekik Ruqqy tidak terima.

"Gue ngelakuin apa yang seharusnya gue lakuin. Gue nggak mau Rossy merasa dirugikan karena hal kita lakuin dalam kondisi nggak sadar," cetusnya membuat Ruqqy benar-benar murka.

Rossy memandang langit-langit ruangan. Ia memejamkan matanya sesaat, lalu berdoa kepada Tuhan yang semakin mempermudah jalannya. Perdebatan dua pria yang bermusuhan masih berlangsung. Sehingga Rossy pun berdiri di antara mereka.

"Mas Randi pulang aja dulu. Nanti kita bahas ini lagi," usir Rossy secara halus.

Seusai kepergian Randika, gadis itu berjingkrak kegirangan. Ruqqy yang menyaksikannya langsung menoyor kepala gadis tersebut. "Lo gila, ya! Inget Ros, keluarga gue sama keluarga Randi itu musuhan. Lo jangan khianati Kakek gue yang udah berjasa dalam hidup lo!"

Rossy mengedikkan bahunya tak acuh. Ia melangkah menuju kamar sambil bersenandung kecil. Hatinya sangat gembira. Ia tak sabar berbagi kabar dengan kakek Rolando. Tinggal satu langkah lagi dirinya bisa terlepas dari kontrak yang mengikatnya.

Namun, senyum di wajahnya perlahan memudar. Ketulusan hati Randika membuat dadanya terasa sesak.  Seharusnya, ia tak mempermainkan perasaan Randika meski keduanya memiliki rasa yang sama. Mereka hanyalah korban keegoisan Rolando.

"Maafin saya, Mas," lirih Rossy sembari menyeka buliran bening yang melolos dari pelupuk mata.

Kegelisahan terus melanda seorang pria. Ia terpaksa absen bekerja karena pikirannya terlalu kalut. Kejadian semalam ternyata bukanlah mimpi semata. Randika merebahkan tubuhnya di kasur. Matanya menatap lekat langit-langit kamar. Wajah gadis aneh yang sayangnya telah mencuri hatinya itu kembali terngiang. Ia takut karena ketidaksengajaan di antara mereka, Rossy menjadi trauma pada dirinya. Ia tidak mau disangka sebagai pria mesum yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Setelah lama berdebat dengan hati dan pikiran, ia pun memutuskan untuk beranjak  dan mendatangi rumah gadis yang sedari tadi selalu menghantui pikirannya. Randika mengetuk pintu beberapa kali. Tak lama, pintu terbuka. Menampilkan seorang gadis yang tampak lebih segar dari sebelumnya.

"Ada apa, Mas?" tanya Rossy yang baru saja selesai menyisir rambut.

"Gue mau ngomong penting sama lo," sahutnya tanpa berani menatap lawan bicara.

Sudut bibir Rossy tertarik. Ia mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah, tetapi ditolak oleh Randika yang memilih berbincang di kursi teras. Rossy menyetujui. Gadis itu terus menatap Randika yang salah tingkah.

"Jangan natap gue terus," tegurnya membuat Rossy terkekeh.

Keheningan menyapa mereka. Randika masih membutuhkan waktu untuk menenangkan debaran jantungnya yang semakin menggila. Ia telah mengambil keputusan yang kurang tepat. Berada dekat dengan Rossy justru membuatnya semakin tak tenang.

"Rossy," panggil Randika dibalas anggukan pelan oleh Rossy yang tak sabar menunggu hal penting yang akan disampaikan. "Sekali lagi gue minta maaf."

Rossy menghela napas panjang dan memaksakan senyum di wajah. Ia mengira bahwa manusia kutub yang berhasil ditaklukkan akan menyatakan rasa padanya. Namun, itu semua hanya sebuah angan-angan. Rossy tidak mau berharap lebih pada tanggung jawab yang dijanjikannya.

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang