25. Perubahan Sikapnya

172 24 1
                                    

Senyum di wajah seorang gadis perlahan memudar kala pria yang menjadi incaran melewatinya begitu saja. Ia menghentikan langkah lebar pria yang menuju kendaraan beroda dua yang akan mengantarkannya ke kantornya. Namun, pria tersebut menepis tangannya. Rossy menatap sendu manik mata Randika yang memandang ke arah lain.

"Mas, saya punya salah ya ke Mas Randi? Kalo gitu, saya minta maaf, Mas..." seloroh Rossy merasa sedikit sesak saat pria itu kembali bersikap dingin padanya. "Apa karena Mas Randi liat saya pelukan sama Mas Ruqqy? Saya bisa jelasin kok, Mas."

Bujukan Rossy gagal. Gadis itu memandang sendu kepergian pria yang membuatnya merasa sangat gelisah. Ingin sekali, ia menyalahkan Ruqqy yang telah membuat perjuangannya diambang kehancuran. Cucu kandung Rolando itu selalu saja memberinya masalah.

"Kalo udah kayak gini, aku harus gimana?" gumamnya berjalan mondar-mandir di halaman rumah Randika sembari menunggu Pak Riswan menjemputnya.

Di sepanjang perjalanan menuju kantor, Randika merasa aneh dengan dirinya. Sejak semalam, hatinya terus tidak tenang. Tak mungkin jika dirinya memiliki rasa pada gadis aneh itu. Untuk memastikannya, ia akan mendatangi Raesa yang kebetulan masih berada di Jakarta.

"Raesa!!" teriak Randika enggan masuk ke dalam rumahnya.

Tak lama, seorang gadis muncul sambil berkacak pinggang. Ia menatap nyalang ke arah pria yang masih bertengger di motornya. Raesa terpaksa melangkah mendekat, jika tidak manusia kutub itu akan mengamuk.

"Ada apa sih, Kak?" tanyanya menahan rasa kesal.

Randika menarik tangan adiknya untuk lebih dekat, lalu berbisik. "Semalem Kak Randi liat mereka pelukan. Habis itu, Kak Randi nggak bisa tidur dan sampe sekarang hati Kak Randi rasanya nggak tenang, Sa."

Bukannya menjawab curahan hati kakak laki-lakinya, Raesa justru tersenyum-senyum. Gadis itu menaik-turunkan kedua alis ke arah Randika yang mengernyit bingung.

"Yakin, nih, nggak tau artinya?" tanya Raesa menggoda. Ia mencebikkan bibir saat Randika menggeleng. "Itu tandanya, Kak Randi cinta sama Mbak Rossy. Kak Randi cemburu liat mereka pelukan, tapi sayangnya Kak Randi nggak sadar sama perasaan sendiri."

"Nggak mungkin Kak Randi lupa rasanya jatuh cinta, 'kan? Ya bisa aja, sih. Terakhir kali Mas Randi ngerasain cinta 'kan pas SMA, tapi ditikung sama Kak Revano," lanjutnya tanpa menyadari jika kakak laki-lakinya sudah pergi sejak lima menit yang lalu. Dadanya bergemuruh kencang saat tak menemukan keberadaan manusia kutub tersebut.

"KAK RANDI!!!"

Sesampainya di kantor, Randika masih tak percaya dengan diagnosa adik perempuannya. Ia tersenyum miring, membayangkan wajah gadis aneh yang berhasil mencuri perhatiannya dengan segala kelakuan ajaibnya. Rossy itu istimewa. Gadis itu selalu menjadi dirinya sendiri dan juga pemberani. Namun, sayangnya gadis itu pernah dimiliki oleh Ruqqy. Pria yang menyebabkan dirinya trauma akan cinta.

Suara dering telepon membuat lamunannya membuyar. Ia menerima panggilan dari wanita yang selalu mendesaknya menikah. Helaan napas terdengar saat Risma berteriak di seberang sana.

"Randi! Kamu jangan lupa beli kue ulangtahun untuk Raya. Minggu depan dia ulangtahun. Kamu harus datang, Mama nggak nerima alasan penolakan kamu yang nggak bisa hadir!" Randika sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya. Ia hanya berdeham, menanggapi ucapan mamanya di seberang sana.

Kemudian, ia mematikan panggilan sepihak. Hari ulangtahun Raya—keponakannya adalah sebuah malapetaka. Karena akan ada banyak ibu-ibu yang meminta dirinya untuk menjadi menantu mereka. Dan keluarganya sama sekali tak peduli dengan dirinya yang kewalahan menghadapi para wanita tersebut.

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang