49. Tertutup

149 16 0
                                    

Randika mengangguk pelan. Kedua tangannya direntangkan, seolah memanggil sang adik untuk berhambur memeluk tubuhnya. Ragu-ragu, Rossy mendekat. Tangis gadis itu kembali pecah saat merasakan kehangatan pelukan seorang kakak laki-laki.

"Kita mulai semuanya dari awal, ya?" bisik Randika mendaratkan satu kecupan di puncak kepala sang adik.

Mereka sepakat untuk mengubah rasa cinta dan kasih sayang yang semula berasal dari ketertarikan, kini berubah menjadi persaudaraan. Setelah puas menyampaikan isi hati dengan tangisan memilukan, Randika pun melerai pelukan. Ia tersenyum dan mengusap jejak air mata adik perempuannya.

"Jangan sedih lagi, Kak Randi akan menjaga dan menyayangi kamu, Dek. Maafin Kak Randi yang selama ini nggak ada di sisi kamu," tuturnya menahan rasa sesak di dada.

Gadis yang membuat hari-harinya menjadi lebih berwarna ternyata adalah sosok adik kecil yang terpisah puluhan tahun lamanya. Saat ditelisik lebih dalam, Rossy memiliki kemiripan dengan sang ayah. Apalagi senyumnya, yang kala itu membuat Risma tertegun. Wanita yang merasa tidak asing dengan senyumannya.

"Mas Randi...." rengek Rossy menangis kembali.

Randika tertawa kecil melihat musuh bebuyutannya yang menekuk wajah saat sang adik memeluk tubuhnya. "Sshhtt... Jangan panggil Mas lagi, panggil Kak Randi, oke? Kak Randi nggak mau, ya, dibaku hantam sama cowok kamu yang keliatan asem banget tuh mukanya."

"Mas Ruqqy bukan cowok aku, ya! Mas Randi jangan ikut-ikut pojokan aku sama dia!" protes Rossy mengerucutkan bibir.

"Iya, bukan cowok kamu. Tapi calon suami kamu," tukas Ruqqy seraya memalingkan wajah. Mencoba menghindari tatapan tajam gadis yang sesenggukan itu.

"Udah ya, Dek. Kak Randi mau ke makam ayah dulu," ucap Randika seraya mengelus kepala sang adik, lalu menggandeng tangan Raesa yang sejak tadi menonton drama bertemunya kakak-beradik itu secara langsung.

Rossy mengulum senyum. Ia yakin, jika sang ayah merasa senang karena anak laki-lakinya datang berkunjung. Akan tetapi, senyuman itu tak bertahan lama karena kemunculan sepasang suami-istri yang membuat matanya memanas.

"Mbak, kita udah selesai," lontar Raesa tak bisa berada di tempat yang sama dengan pembohong ulung seperti tuan Richardson. "ayo cepet pulang. Keburu magrib."

Gadis itu menyeret tangan Rossy. Meninggalkan tiga pria dan satu wanita yang menatap nanar kepergian keduanya. Rossy tahu, jika adik tirinya itu juga terluka. Sehingga ia membiarkan Raesa menyeretnya. Tak peduli jika dirinya terseok-seok agar tak tertinggal. Sampai akhirnya, Raesa berhenti melangkah. Gadis ceria yang mampu membuat orang tertawa, menundukkan kepala. Rasa sakit hati dan kecewa yang berusaha diredam, kembali muncul saat melihat pelaku yang menyembunyikan fakta mengenai ibu kandungnya.

"Sini, Mbak peluk." Rossy menarik tubuh sang adik ke dalam pelukan. Ia mengelus punggung Raesa dengan senyum yang menghiasi wajahnya. "kamu nggak sendirian, Sa. Ada Mbak dan Mas Randi. Kita berdua bisa jadi tempat curhat. Jadi, kamu jangan memendam semuanya sendiri, oke?"

"Makasih, Mbak. Aku bersyukur, dipertemukan dengan Mbak Rossy. Ya meski gagal jadi kakak ipar, tapi sekarang Mbak jadi kakak aku, loh!" Raesa terkekeh. Menertawakan jalan takdir mereka yang begitu mengejutkan.

Mereka melerai pelukan saat menyadari kemunculan dua orang pria. Randika merengkuh bahu kedua adiknya, membuat Ruqqy mendengkus. Mantan buaya darat itu kalah cepat dengan manusia kutub tersebut.

"Mau lewat jalan pintas nggak?" tawar Rossy tersenyum jahil.

"Emang ada, Mbak?" tanya Raesa dengan suara serak.

Kakak-beradik itu terbelalak saat Rossy menunjuk ke arah jalan setapak. Sementara Ruqqy sudah tertawa keras. Ekspresi wajah terkejut mantan musuh bebuyutannya itu sangat tidak biasa. Ruqqy memutuskan untuk berdamai dengan calon kakak iparnya. Ia akan berusaha mendapat restu Randika agar pria tersebut bersedia membantunya untuk mendapati hati Rossy.

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang