18. Jalan-jalan Malam

197 20 8
                                    

Rossy menginjak kakinya, kemudian menggigit tangan yang membekapnya. Ruqqy memekik kesakitan dan langsung melepas bekapannya. Pria itu menatap tajam ke arah gadis yang melarikan diri.

"Rossy!!!" teriaknya pada Rossy yang membanting pintu kamar. Tak lupa menguncinya. Gadis tersebut memegangi dadanya yang berdebar kencang.

"Aku harus jaga jarak sama Mas Ruqqy. Jangan sampe, dia perawanin aku beneran!" monolognya seraya menjatuhkan diri di kasur.

Sebuah ide terlintas di pikiran Rossy saat melihat ponsel yang tergeletak di atas bantal. Ia meraihnya, dan mencari nomor telepon yang telah didapatinya. Sejenak, Rossy teringat akan pantun yang pernah ditemukannya di sosial media. Tanpa membuang waktu lagi, ia pun mengirimkan pantun tersebut padanya.

"Dijamin, Mas Randi bakal langsung klepek-klepek." Rossy merebahkan tubuhnya. Kejadian hari ini sangat membuatnya lelah. Tak lama, kedua matanya terpejam.

Atensi Randika beralih pada ponselnya yang bergetar. Ia mengerutkan kening mendapati pesan dari nomor yang tak dikenal. Sudut bibirnya terangkat membaca pantun rayuan tersebut. Ia mengetahui, pemilik nomor tak dikenal itu.

"Dasar gadis aneh." Randika menggelengkan kepala, merasa tak habis pikir pada gadis yang semakin gencar mendekatinya.

"Randi!" Suara teriakan dan pintu yang terbanting keras, membuat Randika menghela napas. Ia menoleh ke arah wanita paruh baya yang berjalan menghampirinya.

"Siapa gadis itu, Ran?" tanya Risma seraya mendudukkan dirinya di sofa.

Randika meraih ponsel dan beberapa berkas yang tergeletak di meja. Ia berniat meninggalkan sang Mama sendirian. Risma yang tahu, jika putranya akan melarikan diri, langsung menarik ujung pakaiannya.

"Duduk! Kamu jangan coba-coba kabur!" ucapnya membuat Randika berpasrah.

Kedatangan dua orang anggota keluarga yang lain, membuat anak tertua di keluarga Richardson berdecak sebal. Tuan Richardson tampak tersenyum lebar seraya merangkul bahu putrinya.

"Gimana Ma, udah dijawab belum?" tanya Tuan Richardson pada istrinya.

"Belum tuh, Pa. Si Randi masih tutup mulut aja," jawab Risma menatap intens ke arah putra sulungnya.

Tatapan menyergap Raesa yang duduk di sebelah kakak laki-lakinya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, lalu menoleh ke arah Randika yang mengepalkan kedua tangan.

"Kamu yang kasih tau mereka?" tanya Randika berbisik.

"Bukan, Kak Rysa yang kasih tau Mama!" jawab Raesa menggelengkan kepalanya cepat.

Randika memejamkan matanya sesaat. Ia mengembuskan napas gusar, kemudian menyandarkan kepala pada sofa. Raesa yang melihatnya pun langsung mengelus lengan sang kakak.

"Randi, kalo kamu udah punya cewek, langsung kenalin ke Mama dan Papa. Jangan disembunyikan," ucap Tuan Richardson mengangkat sebelah alis ke arah putranya.

"Bener itu, Randi. Nanti Mama janji deh, nggak akan jodoh-jodohin kamu lagi sama anak cewek temen Mama." Risma membujuk putra mereka agar mengenalkan gadis tersebut. Karena hampir seumur hidupnya, Randika tak pernah menjalin hubungan apalagi membawa seorang gadis ke rumah.

Randika melempar tatapan tajam pada adiknya. Kesalahpahaman tidak akan terjadi, jika Raesa tidak membawa gadis itu ke taman. Raesa yang merasa terpojok pun menatap memelas ke arah kakak laki-lakinya.

"Kak, maafin Rae," cicitnya memegang lengan Randika.

"Percuma. Mama sama Papa udah salah paham. Kamu tau 'kan, mereka itu gimana?!" pekik Randika menahan emosinya yang memuncak.

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang