14. Merasa Bersalah

226 25 4
                                    

Perkelahian mereka terhenti kala Rossy dan seorang gadis melerai keduanya. Rossy menuruti instruksi gadis tersebut untuk memeluk tubuh Ruqqy dari arah belakang. Seketika, amarah Ruqqy meluruh. Ia menatap sebuah tangan yang melingkar di perutnya.

"Udah Mas, udah. Jangan berkelahi lagi," lirih Rossy dengan mata terpejam.

Ruqqy melepas paksa tangannya, kemudian pergi meninggalkan semua orang. Rossy menatap sendu kepergiannya. Kemudian, ia beralih menatap gadis yang telah membantunya melerai perkelahian mereka.

"Mbak, makasih ya, udah bantu saya," ucap Rossy pada gadis yang menatap kepergian Randika.

"Iya, sama-sama. Kalo gitu, aku susul Kak Randi dulu ya!" sahutnya menyusul sang kakak yang sudah kembali ke dalam rumah.

Rossy mengangguk, ia tersenyum dan melambaikan tangan padanya. Sejenak, ia merasa sangat bersalah. Rossy telah menyeret Randika ke dalam permasalahannya dengan cucu kandung Rolando. Setelah menguasai diri, ia memutuskan untuk mendatangi Ruqqy. Rossy menggigit bibir bawahnya melihat seorang pria yang terbaring di atas sofa dengan mata terpejam. Ia meringis melihat luka-luka memar yang menghiasi wajah tampannya.

"Mas, saya kompres lukanya, ya!" ujar Rossy sembari mendudukkan dirinya di lantai. Ia membungkus es batu ke dalam kain, lalu mengompreskannya pada luka memar tersebut.

Ruqqy meringis, tetapi dirinya enggan membuka mata. Rossy yang menyadari jika pria itu menahan sakit, membuatnya semakin pelan mengompres luka di wajahnya. Ia tersenyum miris, mengingat sikap kasar Ruqqy padanya. Karena gadis-gadis tersebut, cucu kandung Rolando hilang kendali hingga berkelahi dengan pria yang menjadi targetnya.

"Mas, saya minta maaf. Saya memang salah. Saya cuma nggak mau, Mas Ruqqy terus-terusan mainin perasaan perempuan," tutur Rossy terdengar tulus.

Setelah selesai, ia beranjak meninggalkan Ruqqy yang tertidur. Ia berniat mengunjungi Randika untuk meminta maaf dan mengucapkan terima kasih padanya. Namun, niatnya terurung ketika melihat Randika tengah berpelukan dengan seorang gadis yang tadi membantunya. Hati Rossy terasa panas saat Randika mengecup puncak kepala gadis tersebut.

"Siapa sih, cewek itu? Katanya, Mas Randi itu dingin tak tersentuh. Tapi, apa tadi?" gerutunya berjalan masuk ke dalam rumah, kemudian menutup pintu dengan keras. Tak peduli, jika perbuatannya telah membuat orang lain terkejut.

***

Suasana hati Ruqqy semakin memburuk setelah kedatangan Rolando dan asistennya. Ia menatap sang kakek yang tampak mengamati luka-luka memar di wajahnya. Rolando menyuruh sang asisten untuk mengambil kain dan es batu, tetapi dihentikan oleh Ruqqy.

"Nggak usah, Kek. Udah dikompres sama cewek kampung," ucapnya merasa malas menyebut nama gadis yang menjadi cucu angkat sang kakek.

"Baguslah. Rachel, tinggalkan saya berdua dengan Ruqqy," pintanya yang diangguki oleh wanita tersebut.

Rolando menekan luka di wajah cucunya. Ia merasa kesal saat mendengar kabar bahwa sang cucu berkelahi dengan putra saingan bisnisnya. Sejak zaman sekolah, Ruqqy dan Randika memang tidak pernah akur. Keduanya memiliki sifat yang sangat bertolak belakang.

"Kenapa kamu berkelahi dengan Randika, Ruqqy!" bentaknya pada Ruqqy yang memejamkan mata sesaat.

"Dia dulu yang cari masalah, Kek," sahut Ruqqy seraya menatap ke arah sang Kakek yang menghela napas panjang.

"Masalah apa? Anak itu melindungi Rossy dari kekasaran kamu, Ruqqy!!" teriak Rolando yang sudah mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.

Ruqqy tertawa hambar. "Oh, sekarang Kakek lebih berpihak sama cewek kampung itu?"

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang