Dengan riang Rossy berlari kecil menghampiri sang kekasih yang datang menjemput. Gadis itu tersenyum manis dan memeluk tubuhnya singkat. Tak peduli jika dirinya belum membersihkan diri.
"Gimana keadaan Kakek Rolando?" tanya Randika sembari merapihkan rambut gadisnya yang sedikit berantakan akibat hembusan angin.
"Udah mendingan. Tante Rachel bilang Kakek cuma kecapean. Harusnya, Kakek sadar diri, ya, Mas. Udah tua harusnya banyak-banyak istirahat. Jangan kerja terus," cerocos Rossy membuat kekasihnya melepas tawa.
Dari kejauhan, seorang pria meremas sebungkus bubur ayam di tangannya. Ia menatap penuh kebencian ke arah gadis yang melingkarkan kedua tangan di perut Randika.
Pukul lima pagi, Rossy membangunkan seorang pria dari tidurnya. Ia merasa sangat lapar. Ingin membeli makanan seorang diri, tetapi tak berani. Apalagi dengan mentari yang belum menampakkan sinarnya.
"Mas, ayo bangun. Mas Ruqqy," ucap Rossy sembari menggoyang-goyangkan lengan pria tersebut.
Ruqqy berdecak sebal. Ia membuka matanya perlahan dan melempar tatapan sengit pada seorang gadis yang cengengesan.
"Apa, sih?" ketusnya merasa sangat terganggu akan perbuatan cucu angkat sang kakek.
"Mas, saya laper. Beliin sarapan, dong," pintanya menampilkan puppy eyes pada Ruqqy yang menatapnya datar.
"Nggak mau. Gue masih ngantuk!"
Penolakan yang diberikan Ruqqy membuat gadis bersurai sebahu itu menunduk lesu. Ia memegangi perutnya yang terasa perih. Bibir ranum Rossy semakin melengkung ke bawah saat perutnya kembali berbunyi. Ruqqy yang merasa terusik akan bunyi nyaring itu terpaksa sekali bangun. Ia melayangkan tatapan tajam ke arah Rossy yang menatapnya polos.
"Gue pergi, puas lo!" pekik Ruqqy seraya meraih jaket dan kunci mobil.
Rossy mengangguk berkali-kali. Senyuman tipis terbit di wajah. Ia segera melambaikan tangan pada Ruqqy yang melenggang pergi dari ruang rawat inap kakek Rolando.Tak lama kemudian, ponsel milik gadis itu berdering. Tanpa pikir panjang, ia menerima panggilan telepon dari sang kekasih. Karena tak mau menganggu tidur kakeknya, ia pun memutuskan untuk bertelepon di luar ruangan.
"Aku jemput, ya!" kata Randika di seberang sana.
"Oke."
"Aku otw sekarang."
Rossy berjingkrak kegirangan seusai panggilan diakhiri. Ia tak sabar mengunjungi rumah calon mertuanya. Namun, sebelum itu ia harus meminta izin pada Rolando. Pria tua yang kini sudah terjaga.
"Kek, Mas Randi ajak saya main ke rumahnya pagi ini," tutur Rossy secara tak langsung memberikan kabar baik pada Rolando yang tersenyum lebar.
"Pergilah. Kau harus bisa mengambil hati mereka dan kepercayaan mereka. Ingat Rossy, jangan pernah berpikir untuk mengkhianati saya!" Peringatan Rolando dibalas anggukan pelan oleh gadis tersebut.
Setelah setengah jam menunggu, akhirnya Randika memberitahu sang gadis jika ia telah tiba di rumah sakit melalui pesan. Gadis yang merasa kesenangan itu sampai terlupa jika ada pria lain yang berjuang keras untuk mendapatkan sarapan pagi untuknya.
"Ros, nggak usah siapin sarapan. Mama udah ajak kita sarapan bareng di rumah," ujar Randika seraya menoleh sekilas ke arah belakang.
"Mas ngomong apa? Aku nggak denger!" balas Rossy sedikit berteriak. Gadis itu menahan tawa. Ia berpura-pura tidak mendengar ucapan sang kekasih karena ingin membuatnya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Kontrak
Teen FictionRossy dijadikan sebagai tebusan hutang oleh ibu tirinya setelah kemarin sang ayah. Ia merasa cemas akan diperistri oleh pria tua yang menjadi juragan kampung di kampungnya. Tak menyangka, ia justru diangkat menjadi seorang cucu. Jeratan ibu tirinya...