09. Sadar Diri

252 21 0
                                    

"Mbak, mau ikut aku beli bakso nggak?" ajak salah satu karyawan pada Rossy yang terduduk seorang diri.

"Boleh deh, kebetulan saya juga kepengen bakso." Rossy bangkit dari duduknya. Ia berjalan beriringan dengan gadis yang diketahuinya bernama Rifa itu.

Setibanya di pedagang bakso, mereka langsung memesan. Rossy memilih untuk makan di tempat, sedangkan Rifa akan kembali ke toko. Gadis itu akan memakan bakso bersama teman-temannya. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya sang pedagang menyajikan bakso pesanan Rossy.

"Rif, saya makan duluan ya!" tuturnya sambil melirik ke arah Rifa yang menganggukkan kepala "Iya, Mbak."

Tiba-tiba, pergerakan tangan Rossy terhenti saat melihat seorang pria yang telah menjadi targetnya, berjalan dengan seorang gadis berpakaian seksi dan ber-make up tebal. Gadis itu berusaha menyusul langkah lebar sang pria. Rossy yang merasa sangat penasaran, memutuskan untuk mengikuti keduanya.

"Rifa, saya pergi dulu. Bakso saya kamu makan saja." Rossy berlari kecil menyusul mereka yang melangkah menuju restoran di seberang jalan.

Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru restoran. Kemudian, mendudukkan diri di salah satu kursi dan langsung meraih buku menu untuk menutupi sebagian wajahnya. Jika tidak melihat orang yang dikenalnya, Rossy tak akan berani menginjakkan kaki di restoran mewah ini.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Ruqqy pada gadis yang tiba-tiba duduk di sebelahnya.

"Jangan keras-keras, Mas! Nanti ketahuan." cicitnya sambil menempelkan jari telunjuk di bibir cucu kandung Rolando. Ruqqy yang merasa curiga pun mengikuti arah pandangnya yang memandang Randika yang tengah bersama seorang gadis cantik yang dikenalnya.

"Oh, gue tau, lo ikutin Randika, ya?" terkanya sambil menunjuk wajah Rossy. "Gue bilangin, ah! Biar si Randi tau, kalo lo itu mata-matain dia!!" Ruqqy hendak bangkit dari duduk, tetapi Rossy segera menarik kuat tangannya. Membuat cucu kandung Rolando itu kembali mendudukkan dirinya di kursi.

"Jangan dong, Mas. Jangan bilang ke Ma—" Ucapan Rossy terpotong akibat bunyi perutnya. Wajah gadis itu seketika memerah menahan malu.

"Lo laper? Pesen makanan gih, nanti gue yang bayar," titahnya membuat mata seorang gadis berbinar.

"Beneran, Mas?" tanya Rossy yang dibalas anggukan olehnya.

"Iya. Tapi setelah ini, lo harus cuci baju gue sama ganti sprei kasur gue." Senyum menyeringai terbit di wajah tampannya. Ruqqy tak akan mau rugi. 

Rossy menghela napas panjang. Kakek dan cucu itu sama-sama suka mengambil keuntungan dari kebaikan yang dilakukan. Dengan terpaksa, ia menyetujui karena sudah tak kuasa menahan rasa laparnya. "Oke, kalo cuma cuci baju sama ganti sprei aja, saya setuju." 

Selama menunggu pesanan makanan dan minumannya, Rossy terus memperhatikan seorang pria yang tampak khidmat memakan makanan yang dipesan. Pria itu menghiraukan keberadaan gadis yang terus mengoceh. Rasanya, Rossy ingin tertawa. Randika sama sekali tak meladeni gadis yang mencoba mengambil perhatiannya.

"Randi, kamu denger aku ngomong nggak sih?" pekik Rella kesal.

Randika berdeham, tanpa menatap lawan bicaranya. Rella hanya bisa bersabar menghadapi sikap dingin dan irit bicara pria yang mendapat julukan manusia kutub oleh orang disekitarnya. Merasa lelah berbicara sendiri, Rella pun memutuskan untuk menikmati makanannya.

"Kasian banget sih, Mbaknya. Udah ngomong panjang lebar gitu, tapi nggak diladeni sama Mas Randi," celetuk Rossy yang langsung mendapat tatapan tajam darinya.

"Lo, kalo ngomong itu hati-hati. Untung, tuh orang nggak denger. Kalo nggak, lo nggak bakal bisa pulang dengan selamat," tegur Ruqqy membuatnya tersadar.

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang