Tempat pertama yang dituju oleh Rossy saat tiba di kampung halaman adalah tempat peristirahatan terakhir ayahnya. Ia berjongkok di samping gundukan tanah itu. Tangannya terulur-mengelus batu nisan sang ayah. Tangis yang mengiringi kepulangan ke kampung kembali pecah. Rossy terus mengucapkan kata maaf atas dosa yang diperbuat. Menjadi seorang penipu dan penjahat. Ia yakin, jika ayahnya di atas sana merasa kecewa. Namun, ia tak berdaya. Kontrak yang mengikat membuatnya harus melakukan tindakan kriminal kepada musuh pria tua yang mengadopsinya.
"Ayah... Aku sudah pulang. Aku janji akan mengunjungi ayah setiap hari," ucap Rossy sebelum meninggalkan area pemakaman ini.
Kaki jenjangnya berjalan melewati jalan setapak di tengah sawah. Ia sengaja memilih jalan tersebut agar cepat sampai di perkampungan. Rossy bernapas lega. Koper yang sejak tadi dijinjing, kini diseretnya menuju rumah ketua rukun warga. Beberapa orang yang berpapasan merasa pangling pada gadis yang dulu dikabarkan sebagai tebusan hutang oleh ibu tirinya. Rossy hanya tersenyum tanpa menyapa. Biarkan saja mereka merasa penasaran.
"Assalamu'alaikum, Pak Rodin." Mendengar suara seorang gadis di depan rumah, Rodin selaku ketua rukun warga segera keluar. Ia mengerutkan kening, melihat gadis berambut sebahu yang cantik jelita itu. Para tetangga yang merasa penasaran, berbondong-bondong menghampiri.
"Wa'alaikumussalam. Neng siapa, ya?" tanya Rodin mewakilkan suara hati warganya.
Rossy melepas kacamata hitam yang bertengger di hidungnya. Ia menyunggingkan sudut bibir. Menatap pantulan dirinya di jendela rumah pria yang berumur setengah abad itu. "Masa lupa sama saya sih, Pak?"
Rodin dan para warga saling memandang. Mereka tidak mampu menebak gadis kota yang tiba-tiba datang ke kampung mereka. Tak mau membuat sang pendatang berdiri terlalu lama, Rodin pun mempersilakan Rossy untuk duduk. Ibu-ibu dengan jiwa kepo yang menggelora pun ikut mendudukkan diri di teras. Sementara Rossy dan Rodin duduk di kursi kayu yang hanya ada dua buah saja.
"Bu! Ibu! Buatkan minum untuk tamu kita, Bu!" Teriakan sang kepala rukun warga membuat Rossy tersenyum kecil.
Sejahat-jahatnya Rolando, pria tua itu sangat berjasa dalam hidupnya. Rolando memberikan tempat tinggal dan fasilitas. Merubah penampilannya menjadi gadis cantik yang mampu menarik hati para kaum adam. Terbukti dari beberapa pemuda yang mencuri pandang pada Rossy saat melewati rumah Rodin ini.
"Nggak perlu repot-repot, Pak. Saya Cuma mau melapor, karena saya akan kembali tinggal di sini," ujar Rossy membuat semua orang bingung.
"Kembali tinggal?" beo seorang wanita berdaster motif bunga itu.
Rossy mengangguk. "Iya. Apa kalian belum bisa menebak saya siapa?"
Mereka semua menggeleng. Apakah tidak bertemu selama beberapa bulan membuat para warga melupakan sosok gadis yang dianiaya oleh ibu tirinya sendiri? Rossy berdeham. Ia mengambil kartu tanda penduduk dari dompetnya yang berukuran besar. Ibu-ibu terbelalak saat tak sengaja melihat kertas-kertas berwarna merah. Mereka yakin, jika gadis tersebut adalah gadis kaya raya.
"Neng Rossy?" pekik Pak Rodin kaget.
"Betul sekali. Saya Rossy, anak ayah Raden. Perantau nomor satu di kampung ini!" seru Rossy yang tak memedulikan tatapan tak percaya yang menyergapnya.
"Bukannya kamu diperistri oleh juragan, ya? Ibu tiri kamu itu 'kan banyak hutang. Sampe-sampe kamu yang dikorbankan." Wanita berjibab merah itu memandang rendah Rossy yang tersenyum.
"Saya memang dijadikan tebusan hutang oleh wanita nggak tau diri itu. Tapi kalo bukan karena dia, saya nggak mungkin bisa seperti ini. Asal Bapak dan Ibu tau, ya, saya nggak diperistri oleh juragan. Saya diangkat jadi cucu oleh beliau. Makanya saya ke sini, karena mau kasih tau Pak Rodin, kalo mulai sekarang saya tinggal di rumah juragan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Kontrak
Teen FictionRossy dijadikan sebagai tebusan hutang oleh ibu tirinya setelah kemarin sang ayah. Ia merasa cemas akan diperistri oleh pria tua yang menjadi juragan kampung di kampungnya. Tak menyangka, ia justru diangkat menjadi seorang cucu. Jeratan ibu tirinya...