08. Di Toko

245 17 0
                                    

Selama perjalanan menuju tujuan utama mereka pergi, Rossy tak henti-hentinya tertawa. Gadis itu merasa puas dengan apa yang terjadi di taman kota tadi. Ia pikir, kejadian tadi dapat membuat cucu sang kakek merasa tersadar hingga dirinya tak perlu bersusah payah untuk memberhentikannya menjadi seorang buaya darat.

"Sudah sampai, Nona," ucap Riswan membukakan pintu mobil untuknya.

"Eh iya, Pak," Rossy bergegas turun.

Gadis itu mengikuti langkah Riswan. Sudut bibirnya tertarik melihat isi toko yang didatanginya. Semuanya terlihat sangat indah. Rossy yang terlalu kagum akan toko ini sampai tidak menyadari bahwa Rolando sudah berada di hadapannya. Pria tua itu merasa kesal. Hampir selama dua jam lamanya, ia menunggu cucu angkatnya di sini.

"Toko kue ini sangat bagus, bukan?" tanyanya membuat Rossy mengangguk tanpa sadar.

"Iya. Saya belum pernah melihat toko sebagus ini," sahut Rossy seraya menoleh ke samping kanan. Ia terkejut mendapati Rolando yang menatap ke arahnya.

"Jam berapa sekarang? Saya sudah dua jam menunggu, dan kamu baru sampai?!" omelnya pada Rossy yang menundukkan kepala. Merasa bersalah karena telah mengulur waktu untuk mengunjungi sang Kakek.

"Maaf, Kek. Sebenernya saya itu udah siap-siap dari pagi, tapi Mas Ruqqy dorong saya sampe saya jatuh. Lutut saya luka, Kek! Kalo Kakek nggak percaya, saya bisa tunjukkin," cerocos Rossy bersiap menyibak rok yang dikenakannya. Namun terhenti, saat Rolando mengangkat tangannya ke udara.

"Nggak usah. Sekarang, kamu ikut saya!" ujarnya, kemudian berjalan lebih dulu dan disusul oleh Rossy yang melempar senyum pada orang-orang yang dilaluinya.

Di dalam sebuah ruangan, Rossy terduduk menghadap sang kakek. Gadis itu tertawa kecil mengingat kejadian di taman. Rolando yang menyadarinya, langsung mengerutkan kening. Ia merasa was-was, takut jika cucu angkatnya berubah gila.

"Sudah, saya nggak mau buang waktu lagi. Rossy, saya mau kamu ikut andil dalam mengelola toko kue milik saya," ucap Rolando terjeda. "Saya ingin kamu jadi bos di sini," lanjutnya membuat Rossy tercengang.

"Ja-Jadi bos? Kakek nggak salah? Saya ini nggak punya pengalaman ngurus toko sebesar ini, Kek!" teriak Rossy frustasi. Pria tua itu hanya menambah beban hidupnya saja.

"Saya nggak mau tau! Mulai sekarang kamu akan mengambil tanggung jawab besar di toko kue ini," tandasnya membuat Rossy ingin pergi sejauh mungkin.

Ia menatap memelas ke arah Rolando. Ia tidak mau memikul tanggungjawab sebesar ini. "Kek, jangan jadiin saya bos. Jadiin saya karyawan biasa aja, Kek! Saya janji, bakal rajin bekerja!" bujuknya yang tak akan merubah keputusan sang Kakek.

"Kamu itu aneh. Orang-orang di luar sana bakalan seneng kalo diberi jabatan tinggi. Tapi kamu?!" omelnya merasa tak habis pikir memiliki cucu angkat seperti Rossy. Gadis yang memiliki jalan pikiran berbeda dengan gadis lainnya.

Suara ketukan pintu membuat keduanya menoleh ke sumber suara. Rossy menelan ludah melihat seorang gadis cantik berpakaian modis yang berjalan masuk ke dalam ruang pribadi milik Rolando. Gadis itu menempati kursi di sebelah Rossy, lalu melempar tatapan sinis padanya.

"Halo, Mbak," sapa Rossy sambil tersenyum manis.

Renata tidak membalas sapaannya. Ia terfokus pada seorang Kakek yang telah memberikan posisi tinggi kepada dirinya. "Ada apa ya, Kek, panggil Rena ke sini?"

"Begini Rena, Kakek ingin kamu mengajarkan Rossy. Dia yang akan membantu kamu mengelola toko kue ini. Kakek harap, kalian bisa bekerja sama," ujar Rolando menatap bergantian ke arah dua gadis di hadapannya.

Melihat senyuman di wajah gadis itu, membuat Rossy bergidik. Renata mengulurkan tangan dan dengan terpaksa Rossy menjabat menjabat tangan gadis tersebut.

"Renata," ucap Renata memperkenalkan dirinya.

"Halo, Mbak Renata, saya Rossy," balas Rossy seraya menatap gadis yang menilik penampilannya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Seusai perkenalan, Rolando mengajak cucu angkatnya ke dapur toko. Pria itu mengenalkan Rossy pada semua karyawan yang menyambut hangat kedatangannya. Kecuali, seorang gadis yang mengamati mereka semua dari kejauhan.

"Sore nanti, Rachel akan menjemput kamu. Renata, saya titip Rossy. Kamu jangan lupa, ajarkan dia cara membuat kue," ucapnya, kemudian pergi meninggalkan Rossy bersama orang-orang asing di sini.

Renata menghampiri gadis yang telah menyaingi posisinya itu. Sesuai perkataan bos besarnya, ia akan mengajarkan Rossy cara membuat kue. Setelah menyiapkan semua bahan, ia memanggil Rossy untuk mendekat. Tiba-tiba, sebuah ide terlintas di pikirannya. Ia tersenyum miring pada gadis yang tengah mengamati setiap sudut dapur toko ini.

"Rossy, bawakan tepung yang ada di belakang kamu ke sini!" suruhnya membuat Rossy memutar tubuh.

Ia meraih wadah berisi tepung terigu dan berjalan penuh dengan kehati-hatian.  Karena banyaknya orang di dapur ini. Namun, kehati-hatiannya berakhir sia-sia saat seseorang menyenggol lengannya. Mengakibatkan tepung tersebut terlempar mengenai wajah Rossy. Renata dan yang lain melepas tawa atas kesialan yang menimpa gadis itu.

"Sabar Rossy, sabar..." ucapnya menahan amarah yang memuncak.

Suasana semakin ricuh saat seseorang mengusapkan tepung yang tersisa di wadah ke wajah Rossy. Gadis tersebut mendorong kuat tubuh Ruqqy yang tergelak. Ia merasa sangat emosi atas perbuatan mereka.

"Mas Ruqqy!" teriaknya pada Ruqqy yang merangkul bahu gadis yang tengah bersedekap dada.

Tatapan tajam menyergap Ruqqy dan Renata yang tertawa puas. Rossy melangkah menuju mereka dengan amarah yang menggebu.

"Mbak sengaja 'kan, senggol lengan saya!" pekiknya menuduh gadis yang paling disegani di toko ini.

"Jangan asal nuduh kamu," balas Renata mengelak.

"Saya nggak asal nuduh ya, Mbak! Udah jelas-jelas dapur itu rame, tapi Mbak malah lari-lari cuma karena kedatangan pria buaya seperti dia!!" Rossy menunjuk pria yang menjadi biang masalah di sini. Ia tidak peduli telah membuat keributan di toko milik sang kakek, sebab dirinya hanya ingin mendapatkan keadilan.

Ruqqy menghela napas. Ia disalahkan atas perbuatan Renata oleh cucu angkat kakeknya. Padahal, ia hanya muncul diambang pintu. Akan tetapi, Renata malah terburu-buru mendekatinya hingga menyenggol lengan Rossy.

"Udah deh, mending lo bersih-bersih sana! Liat tuh muka lo, udah kayak ondel-ondel," papar Ruqqy mengakhiri pertengkaran ini. Ia menyuruh salah satu karyawan untuk mengantarkan Rossy ke kamar mandi.

Seusai membersihkan tepung yang menempel di tubuhnya, Rossy memilih duduk di belakang toko. Suasana sepi dan angin yang menerpa membuatnya terhanyut dalam lamunan. Semua yang terjadi begitu tiba-tiba. Ia masih belum bisa menerima dengan lapang dada.

"Lagi ngelamun, Mbak?" tanya seseorang membuat Rossy langsung menoleh ke samping kirinya. Gadis itu mengembuskan napas gusar, mendapati Ruqqy yang menyodorkan sebuh paper bag padanya. "Nih, baju buat lo!" Ruqqy memaksa Rossy untuk menerima paper bag tersebut.

"Nggak perlu, Mas," tolak Rossy mengembalikannya.

"Nggak usah nolak deh, lo! Udah cepet, lo ambil! Gue nggak mau Kakek marah, karena liat penampilan lo yang kayak orang gila!!" selorohnya menilik pakaian Rossy yang masih terdapat tepung yang menempel.

Dengan terpaksa, Rossy mengambil paper bag itu. Kemudian, beranjak meninggalkan Ruqqy yang langsung berlari menyusul. Pemuda itu tersenyum-senyum sendiri, membuat Rossy merasa jengkel.

"Ternyata lo lucu juga ya, kalo lagi marah kek gini," tuturnya mengabaikan tatapan tajam yang menyergap.

"Apa yang lucu? Mas nggak usah coba-coba godain saya, ya!" teriaknya pada Ruqqy yang tergelak.

Pria itu merasa puas telah membuat cucu angkatnya kesal. "Inget Ros, karma itu nyata! Setiap perbuatan, pasti ada balasan." Setelah berbisik, ia langsung  melarikan diri meninggalkan Rossy yang tersulut emosi.

"Mas Ruqqy!!!"








































Lanjut???

Terikat Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang