17. Salah Paham

65 4 0
                                    

Percuma juga aku membela diri kalau kamu terus menutup telinga

Happy Reading

Untuk kedua kalinya pasar malam menjadi tempat yang nyaman bagi kedua insan yang tengah galau. Anta menjelaskan segala kegundahan yang ia rasakan selama ini. Termasuk tentang perjodohan dirinya dengan Luna.

"Kalau kamu nggak ketahuan boncengan sama Luna, apa kamu juga nggak akan cerita sama aku?" tanya Nadira.

Anta terdiam sejenak, "Aku bingung mau cerita dari mana,"

Nadira berusaha menahan tangis, "Terus sekarang kamu maunya gimana?"

Anta memegang tangan Nadira, "Kamu percaya kan sama aku? Aku akan perjuangkan cinta kita,"

"Terus perjanjian keluarga kamu ke Luna gimana? Kamu tahu wasiat orang yang sudah meninggal itu harus dipenuhi," ujar Nadira frustasi.

"Itu perjanjian antara almarhum ibunya Luna sama ibuku. Dan sekarang ibu udah senang banget sama kamu. Aku cuma butuh waktu untuk ngomong sama Luna dan ayahnya," balas Anta.

Nadira berdiri, "Terserah kamu lah mau gimana. Aku mau mencoba menata hati dulu kalau nanti hubungan kita selesai mendadak,"

Anta menyekal pergelangan tangan Nadira, "Kamu nyerah sama hubungan kita? Sebenarnya kamu anggap aku apa Nad? Cuma segitu doang cinta kamu ke aku?"

"Aku nggak menyerah. Aku cinta sama kamu An. Tapi aku nggak mau terlalu mencintai seseorang yang belum halal untukku. Akan ku bantu usaha kamu lewat doa. Apapun yang terjadi kedepannya, mungkin itu memang takdir yang terbaik buat kita," jelas Nadira.

Anta menghela nafas, "Satu yang perlu kamu tahu, berjodoh ataupun tidak, cintaku ke kamu nggak akan pernah berubah apalagi hilang. Cinta ini hanya untuk kamu. Aku akan berjuang mati-matian buat hubungan kita. Kalau perlu kita tunangan dalam waktu dekat,"

Nadira tersenyum dan mengangguk, "Jangan bilang seperti itu. Kita nggak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Aku hanya mau merangkai kenangan indah sama kamu. Anggap aja di dunia ini hanya milik kita berdua. Kita berdoa yang terbaik buat hubungan kita,"

Anta menarik tubuh Nadira ke pelukannya. Nadira pun membalas pelukan Anta sambil menangis.

"Aku sayang banget sama kamu. Aku harap setelah ini, hubungan kita tambah harmonis ya," ujar Anta.

"Udah ahh jangan sedih mulu. Kita nikmati malam ini yaa. Oh iya aku jadi lupa kan," balas Nadira.

"Kenapa?" tanya Anta.

"Lusa aku ada seminar di Bali. Ada beberapa orang sih," jawab Nadira.

"Sama Ersita nggak?" tanya Anta.

Nadira menggeleng, "Sama Erlangga, Teh Nadine, dokter Hani, sama dokter Fazan,"

"Ohhh....kenapa Erlangga ikut?" tanya Anta sewot.

Nadira tertawa, "Nggak usah cemburu gitu. Aku tuh bukan tipenya Erlangga. Dia tuh udah cinta mati sama Teh Nadine. Seminarnya tuh macam-macam An. Ada yang buat dokter spesialis, perawat, dan fisioterapi. Jadi kita berangkatnya barengan aja,"

Anta merengut, "Yaudah iyaa....,"

Nadira mencubit pipi Anta gemas, "Lucu deh pacarku kalau lagi ngambek,"

Dengan setengah terpaksa, Anta tersenyum, "Naik bianglala yuk,"

Nadira mengangguk, "Ayooo....sekalian flashback curhat-curhatan,"

Anta tertawa, "Iyaa iyaa sekalian aja bilang 'si cowok kulkas yang tiba-tiba nangis sambil curhat tentang masalah hidupnya',"

Nadira menggandeng tangan Anta sambil berjalan ke arah bianglala, "I love you Mas Anta,"

Lima Langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang