39. Tak Tergapai (Lagi)

49 2 0
                                    

Apa si penikmat senja benar-benar kehilangan sinar mentarinya?

Happy Reading

"Ayooo papah ayooo mamaahhh kita tidur bertiga," teriak Rafka lagi.

Nadira dan Erlangga hanya terdiam. Akhirnya Nadira mendekati Rafka.

"Rafka sayang, kalau Rafka mau tidur sama papah atau mamah aja ya. Kita nggak boleh tidur bertiga sayang," ujar Nadira.

"Kenapa?" tanya Rafka.

"Papah sama mamah nggak boleh satu kamar nak. Ingat nggak kata ustadz waktu kita pengajian kemarin, kan cewek sama cowok yang bukan muhrim nggak boleh berduaan di dalam kamar. Emang Rafka mau Allah marah sama papah dan mamah?" jelas Nadira dengan halus.

"Kan nggak berdua mah, ada aku juga. Itu Aira boleh tidur sama papi maminya. Kenapa aku nggak boleh?" tanya Rafka sendu.

Erlangga jongkok dan mengelus rambut Rafka, "Tante Sita sama Om Reza boleh sekamar karena mereka punya cincin yang sama. Kalau papah sama mamah kan nggak punya,"

Nadira sempat menahan tawa mendengar cara Erlangga menjelaskan ke Rafka.

"Apa hubungannya punya cincin sama nggak boleh sekamar?" batin Nadira.

"Cincin? Coba lihat tangan papah sama mamah," ujar Rafka dan menarik tangan papah mamahnya. Ia memperhatikan jari-jari orangtuanya.

"Iya yaa nggak ada cincin sama sekali di jari papah sama mamah. Terus nanti mamah juga nggak tidur sama papah? Terus Rafka nggak bisa dong tidur bertiga? Padahal kan Rafka mau cerita banyak sama papah, sama mamah juga," tanya Rafka.

Reza lewat di samping Rafka, "Bisa Raf. Asal papah sama mamah kamu beli cincin kembar dulu,"

Nadira melotot sedangkan Reza hanya tertawa dengan wajah tanpa dosa.

"Gitu ya om? Yaudah sekarang aja papah sama mamah beli cincinnya. Om Eja tahu kan dimana belinya? Ayo kita beli buat papah sama mamah," celetuk Rafka membuat semuanya tertawa sedangkan Erlangga dan Nadira terlihat salah tingkah.

"Kalau cuma gitu semua juga bisa. Dasar Reza ngeselin," batin Erlangga.

"Udah sekarang kamu mau tidur nggak? Kalau nggak, makan aja ya. Tadi katanya lapar," ujar Nadira mencoba mengalihkan perhatian Rafka.

"Makan sama papah," balas Rafka.

"Yaudah mamah ambilkan dulu makannya," ujar Nadira dam langsung mengambil makanan untuk Rafka.

Erlangga tersenyum dan mulai menyuapi Rafka, "Makan yang banyak ya sayang,"

Rafka mengangguk, "Oh iya mah, nanti sore aku mau pergi sama Om Tata. Boleh yaa,"

"Mau kemana? Kok Om Tata nggak bilang sama mamah," balas Nadira.

"Mau beli crayon sama buku gambar. Kan besok besoknya lagi aku lomba mewarna di sekolah," jelas Rafka.

"Kamu minta Om Tata buat beliin crayon ya?" tanya Nadira.

Erlangga hanya menjadi pendengar dari obrolan anak dan mantan istrinya. Ia masih belum paham apa yang mereka bicarakan.

Rafka menggeleng, "Tadi sebelum mamah jemput aku di sekolah, Om Tata datang terus Bu Anjani kasih tahu kalau mau ada lomba mewarna besok Kamis. Ini hari Selasa kan? Berarti besok terus besoknya lagi hari Kamis,"

Erlangga tersenyum, "Pintar banget sih anak papah udah hafal nama-nama hari,"

"Iya dong papah, kan aku anak pintar kayak papah. Itu mamah yang bilang lho. Kata mamah, papah dokter tulang ya?" balas Rafka.

Lima Langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang