45. Quality Time

62 3 0
                                    

Inilah momen yang aku tunggu. Kita bisa menghabiskan waktu bersama

Happy Reading

Dinginnya angin malam tidak sebanding dengan sikap dingin dari suaminya. Nadira merasa ada yang berbeda dengan Erlangga. Malam ini Erlangga menjemputnya tetapi sikap dinginnya itu yang membuat Nadira galau. Ia tak tahu harus bersikap bagaimana karena Erlangga diam seribu bahasa.

"Rafka udah tidur mas?" tanya Nadira berusaha mencairkan suasana.

"Hmm...," hanya itu yang Erlangga katakan.

Nadir menyerah dan ikut diam selama perjalanan pulang. Terlalu canggung karena lawan bicaranya pun tak berusaha mencairkan suasana juga. Sesampainya di rumah Nadira langsung berganti baju sedangkan Erlangga memilih untuk merebahkan tubuhnya di samping kiri Rafka. Nadira terus menghela nafas panjang selama di kamar mandi.

Nadira keluar dari kamar mandi dan Erlangga langsung menutup matanya. Nadira merebahkan tubuhnya di samping kanan Rafka. Ia terus menatap suaminya yang sudah memejamkan mata hingga Erlangga berbalik badan memunggunginya.

Nadira tersenyum karena tahu suaminya tengah salah tingkah. Ia merangkul perut Erlangga dari belakang tetapi ditepis Erlangga.

"Masih marah ya? Maaf aku nggak berniat menyinggung kamu kok. Aku cuma nggak mau Rafka minta macam-macam. Mas Errrr," ujar Nadira.

Erlangga masih menutup matanya meski ia mendengar semua yang Nadira katakan. Cowok itu terus mengabaikan semua ucapan istrinya.

"Mas.....," panggil Nadira sambil mencolek lengan Erlangga beberapa kali namun cowok itu tak bergerak sedikitpun.

"Mujaeeerr.....," panggil Nadira lagi dengan suara yang agak keras.

Reflek Erlangga balik badan dan menutup mulut istrinya, "Sssttt kalau Rafka kebangun gimana? Kamu nggak tahu kan dia tadi susah disuruh tidur. Kamu malah teriak nggak jelas,"

Nadira terkekeh, "Maaf deh maaf. Kamu kenapa sih? Mode diam? Gara-gara ucapanku tadi? Maaf mas. Udah berkali-kali aku minta maaf lho. Dimaafin yaaa kann masa enggak mau maafin istrinya,"

Erlangga menatap Nadira, "Aku nggak marah sama kamu. Aku juga nggak tersinggung. Satu hal yang harus kamu tahu, meski aku hidup susah tapi buat anak InsyaAllah aku akan berusaha penuhi semua kebutuhan dan keinginannya. Aku mengajak Rafka main pasti aku punya uang meski nggak sebanyak uang kamu,"

Setelahnya Erlangga kembali menutup mata. Nadira menatapnya sendu.

"Yaudah aku minta maaf mas. Tadi kan aku nggak.....,"

Erlangga langsung mengode Nadira untuk diam. Tanpa mendebat, Nadira memejamkan matanya dan tidur. Percuma mendebat orang yang lagi ngambek.

Keesokan paginya Nadira membangunkan Erlangga untuk sholat subuh. Mereka sholat berjamaah tetapi sikap Erlangga masih saja dingin hingga sarapan pun cowok itu belum bersuara.

Nadira mengambilkan nasi untuk suami dan anaknya.

"Mamah, Rafka mau makan sendiri," ujar Rafka.

"Mamah suapin aja ya. Takutnya kalau Rafka makan sendiri nanti telat masuk sekolah," balas Nadira.

Rafka merengut dan menolak suapan mamahnya.

"Ini anak sama bapak sama aja. Sama-sama suka ngambek. Apa sih enaknya ngambek? Bikin pusing aja," celetuk Nadira.

"Ayo nak makan dulu. Kalau nggak mau mamah suapin, yaudah nggak usah sekolah sekalian. Libur aja seterusnya," ujar Nadira tegas.

Erlangga masih memperhatikan istri dan anaknya yang masih berdebat. Rafka mulai menitikkan air mata dan akhirnya Erlangga mendekati anaknya.

Lima Langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang