18. Belum Siap Kehilangan

70 5 0
                                    

Orang yang bohong pasti berusaha keras buat meyakinkan pasangannya. Tapi kamu enggak dan aku emang percaya sepenuhnya sama kamu
.


.
.
.


H

appy Reading

Belum siap kehilangan

Itulah yang Anta rasakan saat ini. Meski sulit dimengerti, namun hati kecilnya merasa ragu akan hubungannya dengan Nadira. Ada rasa takut yang mendera lubuk hatinya.

Ia marah bukan kepada Nadira tetapi lebih ke dirinya sendiri. Saat ini dirinya tengah perang dengan batinnya sendiri. Desakan ayah Luna yang ingin menjadikannya menantu dan penerus tahta perusahaannya. Namun disisi lain, ia dan keluarganya tak bisa berbuat banyak karena perusahaan ayah Luna merupakan investor yang sangat berpengaruh di perusahaan bapak Anta.

"Aku nggak mau kehilangan kamu Ra. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu," ujarnya yang masih memeluk Nadira dari belakang.

Nadira syok dan semakin tersedu. Cinta mereka sama-sama kuat tetapi kenapa ujian terus saja menghampirinya.

Nadira membalikkan badan, "Kamu percaya sama aku?"

Anta mengangguk, "Maaf kalau tadi aku sempat marah-marah sama kamu. Aku cuma merasa dilempar ke masa lalu. Aku trauma dengan kejadian itu Ra,"

Nadira manggut-manggut dan menghapus air mata yang mengalir di pipi Anta.

"Makasih kamu selalu bisa ngertiin aku. Aku minta maaf....,"

"Sssttt....kamu nggak salah. Erlangga udah jelasin semuanya kok. Kalaupun Allah menakdirkan kamu dengan dia, ya aku bisa apa? Yang jelas saat ini aku maunya kita sama-sama menikmati waktu kebersamaan ini. Selebihnya aku berserah diri apapun yang akan terjadi sama kita nanti," ujar Anta lesu.

Nadira menatap Anta dengan lekat, "Apapun masalahnya, kalau dihadapi berdua, pasti akan cepat selesai. Komunikasi An. Aku cuma mau kita saling terbuka dan menomorsatukan komunikasi,"

Anta tersenyum tipis dan memeluk Nadira dengan erat seolah tak ingin melepaskan gadis yang sangat ia cintai itu.

"Anta, mau berapa lama pelukannya? Kaki kamu nggak capek?" celetuk Nadira mencairkan suasana.

Anta terkekeh, "Habisnya aku nggak mau jauh-jauh dari kamu. Nikah aja yuk,"

Nadira tertawa, "Kamu pikir nikah gampang? Tanpa persiapan gitu?"

"Nikahnya gampang, kan tinggal ijab qabul aja. Nahh yang bikin sulit itu perayaannya. Minggu depan tunangan yuk," ujar Anta.

Nadira terkejut, "Kamu tuh yaa ngajak tunangan kayak mau beli cilok. Kalau mau tunangan sama aku, temui papah dulu sana,"

Anta mengangguk, "Habis pulang dari sini, aku bakal minta langsung di depan papah kamu,"

Nadira tersenyum sejenak sebelum raut wajahnya berubah lesu, "Terus orangtua kamu gimana?"

"Bapak dan Ibu pasti merestui kita. Dari awal mereka udah berharap kamu yang jadi menantu keduanya," jawab Anta.

"Dan semoga keluarga Luna nggak buat ulah lagi," batin Anta.

***

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Itulah peribahasa yang sesuai untuk Irine saat ini. Rencana yang sudah ia susun dengan sedemikian rapi mendadak jadi bumerang bagi dirinya sendiri. Yang ia harapkan Nadira dan Anta akan bertengkar hebat dan berujung putus, tetapi semua itu tak akan terwujud mengingat Anta yang tak goyah sedikitpun.

Lima Langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang