Tapi kalau memang dia nggak bisa, yaudah jangan dipaksa
Happy Reading
Kecewa karena ditolak sang pujaan hati memang menyakitkan. Tapi kita juga tidak bisa memaksa perasaan orang lain. Ia sudah berjanji akan bijaksana dalam menerima semua keputusan gadis itu.
Lantas mengapa rasanya masih menyesakkan dada?
Apa ia benar-benar ditolak sang pujaan hati? Atau ini masih kelanjutan mimpinya yang belum usai?
Itulah yang membuat Anta bingung harus bereaksi seperti apa ketika Nadira mengucap kata 'tidak bisa'. Yang cowok itu pikirkan adalah ia akan diterima dan mereka bisa membangun hubungan yang lebih serius lagi.
"An," panggil Nadira.
Anta masih menatap Nadira, "Kamu yakin nggak mau sama aku?" tanyanya.
Nadira mengangguk, "Kamu tahu alasanku kenapa nggak bisa?"
Anta menghela nafas sembari menahan sesak di dada.
"Karena memang bukan aku yang kamu mau. Kamu mau balas dendam sama aku ya? Makasih lho," tanya Anta.
Nadira mengernyitkan dahi, "Kok balas dendam?"
"Karena dulu aku pernah ngejelekin kamu di depan bapak dan Varo. Sekarang kamu bersikap kayak gini, kamu ingin membalasnya kan? Kamu cuma pura-pura suka sama aku atau aku yang kegeeran dengan semua sikap kamu ke aku selama ini. Kalau itu tujuan kamu, selamat kamu berhasil Ra," ujar Anta.
Nadira tersenyum, "Aku bukan orang pendendam. Makanya kalau orang ngomong tuh didengerin dulu,"
"Udah jelas kok. Yaudah yuk kita pulang. Lo pasti capek," ujar Anta seraya berdiri.
Nadira cemberut, "Kok panggilnya pakai lo-gue lagi,"
Anta tak menoleh, "Karena udah nggak ada yang spesial di antara kita. Kembali lah menjadi Nadira dan Anta yang tak saling mengenal,"
Cowok itu berjalan beberapa langkah dan Nadira menyusulnya. Gadis itu memeluk Anta dari belakang. Sungguh perlakuan Nadira barusan membuat Anta terkejut sekaligus tak percaya. Tubuh Anta menegang seketika.
"Jangan pergi," ujar Nadira.
Anta masih mencerna ucapan Nadira.
"Maksud kamu?" tanya Anta bingung.
"Aku tuh nggak bisa....nggak bisa nolak kamu," jelas Nadira.
Anta terkejut lagi. Ia benar-benar tidak paham dengan dirinya saat ini. Tubuhnya terus menegang dan pikiran melayang entah kemana.
"An," panggil Nadira.
Anta melepaskan tangan Nadira yang melingkari perutnya. Ia beralih menatap Nadira tepat pada manik matanya.
"Kenapa? Syok?" tanya Nadira.
Tatapan Anta tak bergerak sedikitpun sampai membuat Nadira bergidik ngeri. Ia menutup kedua mata dengan telapak tangannya.
"Jangan ngelihatin gitu. Serem tahu nggak," celetul Nadira yang masih belum berani membuka matanya.
Tiba-tiba Anta mengacak rambut Nadira dan tawanya menggelegar.
"Hahahahaahahahaha......,"
Nadira membuka telapak tangannya, "Ihhh kamu nyebelin. Suka banget ngeprank. Kan aku takut kalau kamu beneran marah," celetuknya.
Anta masih berusaha menghentikan tawanya.
"Habis siapa suruh ngeprank aku? Yaudah aku balas prank aja. Emang enak? Hahahahaha," ujar Anta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lima Langkah
Literatura FemininaTerbiasa bertemu, terbiasa menatap satu sama lain, dan terbiasa bersama membuat frekuensi getaran cinta terasa begitu hebat. Senyumnya semanis gula akan membuat kita terbuai dan lupa dengan kesehatan hati yang perlu dijaga. Terkadang hal itu membuat...