28. Menerima Kehadirannya

63 4 0
                                    

Lo tadi bisa bilang Erlangga menghormati dan menghargai lo sebagai istri, sekarang tugas lo menerima, menghormati, dan menghargai Erlangga sebagai suami

Happy Reading

Ketika kita dipaksa melepas orang yang dicintai dan menerima kehadiran orang yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, rasanya akan serba salah. Masalah hati memang tidak bisa dibohongi. Nama itu masih ada di hatinya hingga saat ini.

Sah nya sebuah pernikahan tidak lantas membuat perasaan berubah dengan cepat. Rasanya terlalu cepat dan mustahil kalau ia bilang mulai mencintai suaminya karena pada kenyataannya sang mantan lah pemegang kunci hatinya yang masih dan selalu memenuhi pikiran dan hati.

"Aku lega semua urusan kita udah selesai," celetuk Erlangga.

Nadira masih belum bereaksi. Ia terus menghadap arah depan. Masih terlalu sulit untuknya menerima bahwa ia telah menjadi istri sah seorang Erlangga, cowok yang tak ia harapkan sama sekali.

"Nad," panggil Erlangga membuat Nadira menoleh.

"Ya?"

"Kamu kenapa? Ada yang lagi dipikirkan?" tanya Erlangga.

Nadira menggeleng, "Kita langsung balik ke Bandung aja. Nggak enak ninggalin bunda lama,"

Erlangga tersenyum, "Makasih ya,"

"Buat apa?"

"Kamu udah sayang sama bunda. Aku tahu kamu belum sepenuhnya menerimaku sebagai suami, tapi kamu tetap menghormati dan menyayangi orangtuaku," jelas Erlangga.

Nadira tersenyum tipis, "Dari dulu bunda udah aku anggap seperti ibuku sendiri. Tahu sendiri aku sama Sita lengket banget kayak perangko sama lem,"

Erlangga tertawa, "Kalau gitu aku mau tagih janji kamu,"

"Janji apa? Emang aku pernah janji apa sama kamu?" tanya Nadira.

"Kamu lupa? Kan kamu sendiri yang bilang kalau kita udah sah dimata hukum dan negara, kamu mau tinggal di rumahku. Lagipula besok udah puasa lho. Aku tuh mau sahur pertama sama istri," jelas Erlangga.

Nadira terkejut mendengar ucapan Erlangga, "Keinginan kita sama Er tapi impianku sahur dan puasa sama Anta," batin Nadira.

"Nad? Kok ngelamun? Kamu nggak mau ya?" tanya Erlangga.

"Oke, tapi aku punya syarat. Kita tinggal serumah tapi aku belum siap kalau harus sekamar sama kamu. Kamu tenang aja meskipun kita pisah kamar, aku akan tetap menjalankan tugasku sebagai istri. Kebutuhan makan, minum, pakaian tetap aku siapkan. Gimana?" ujar Nadira.

Erlangga termenung sebentar, "Syarat itu berlaku sampai kapan?"

"Sampai aku benar-benar yakin sepenuhnya sama kamu. Nggak selamanya juga kok karena aku yakin pasti orangtua kita ngebet cucu dari kita. Kamu udah dikasih tahu Varo tentang gimana aku kan? Kamu yang memutuskan untuk menikahiku, jadi kamu yang harus buat aku jatuh cinta sama kamu," jelas Nadira.

Erlangga manggut-manggut, "Kalau semisal dalam waktu sebulan aku bisa buat kamu jatuh cinta, gimana?"

"Ya nggak gimana-gimana. Itu artinya emang kamu beneran tulus menikahiku dan cinta itu yang akan meluluhkanku," jawab Nadira.

Erlangga tersenyum dan mengulurkan tangannya, "Deal. Aku terima tantanganmu. Aku yakin waktu lebaran nanti, kita udah saling cinta,"

Nadira tersenyum, "Good luck,"

Mereka melanjutkan perjalanan dan mampir ke kontrakan untuk mengambil barang-barang yang masih tertinggal. Ternyata di depan kontrakan Nadira, sudah ada seseorang yang duduk di teras.

Lima Langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang