26. Si Keras Kepala

91 5 0
                                    

Aku nggak suka ya punya suami yang nggak bisa tegas. Kamu dari awal kita menikah pasti jawabnya terserah mulu

Nadira Bintan Maheswari
.
.
.
Ada saatnya aku tegas sama kamu. Ini masih fase adaptasi aja. Kamu belum tahu aku aslinya gimana.

Teuku Erlangga Bintang Al Fatih
.
.
.

Happy Reading

Sudah seminggu ia menjadi seorang istri. Satu minggu yang penuh drama setiap harinya. Namun satu yang ia sadari, semuanya telah menjadi bubur dan tak akan bisa kembali seperti dulu. Cintanya kepada sang pujaan hati terpaksa harus ia kubur dalam-dalam.

"Dek, kamu nggak mau balik ke Bandung? Lusa kamu udah masuk kerja kan?" tanya Mamah Intan.

"Kok males ya mah rasanya mau balik kesana. Aku resign aja kali ya, terus cari kerjaan disini," jawab Nadira.

"Terus kamu tega buat Erlangga pulang pergi Jakarta-Bandung setiap hari? Dia udah capek kerja, capek di perjalanan, ditambah ngadepin sikap kamu yang masih kayak anak kecil ini?" tanya Mamah Intan sengaja menyindir Nadira.

"Terserah dia mau gimana. Aku dari awal kan udah bilang, lebih baik dia tinggal aja di kost. Tapi dia malah suka capek-capekan," elak Nadira.

"Awalnya mamah maklum sama sikap kamu. Tapi lama kelamaan kamu jadi seenaknya sendiri. Udah nanti mamah mau bilang sama Erlangga buat ajak kamu balik ke Bandung," ujar Mamah Intan.

"Mamah ngusir aku? Mah, aku disini masih anak mamah kan? Kok mamah gitu sih sama anak sendiri," balas Nadira dengan kesal.

"Mamah kamu benar dek. Lebih baik kamu balik ke Bandung. Sekalian urus pernikahan kalian biar cepat sah dimata negara," sahut Papah Bagas.

Nadira yang sudah terlanjur kesal langsung menghentakkan kakinya dan masuk ke kamarnya. Ia merebahkan tubuhnya di kasur sambil memikirkan cara untuk tidak kembali ke Bandung.

"Gimana caranya ya? Apa gue ngomong aja sama Erlangga buat ngebatalin pernikahan ini? Toh gue sama dia kan belum melakukan hubungan suami istri," ujarnya seorang diri.

"Ini juga udah malam kok dia belum balik sih? Harusnya kan udah sampai dua jam yang lalu. Kemana sih tuh orang? Biasanya ngabari kalau pulang telat, lah ini nggak ada satu pesan pun atau telepon gitu. Bikin khawatir aja," omelnya lagi.

Nadira bersiap tidur tetapi pikirannya terus tertuju pada Erlangga. Ia beranjak keluar dan menuju kamar tamu.

"Orangnya belum datang," seru Mamah dari ruang keluarga.

Nadira menoleh, "Bodo amat mah. Aku cuma mau....,"

Papah Bagas tersenyum, "Bilang aja khawatir. Nggak usah malu-malu,"

"Siapa juga yang khawatir? Terserah dia mau pulang apa nggak. Lebih baik dia nggak balik kesini lagi," balas Nadira.

Ketika kaki Nadira ingin melangkah ke kamar, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah.

"Bukain dulu Nad," pinta Mamah Intan.

Nadira membuka pintu dan ternyata yang datang adalah lelaki yang ia tunggu.

"Assalamualaikum," sapa Erlangga.

"Waalaikumsalam. Kirain nggak bakal pulang," celetuk Nadira.

Erlangga tersenyum tipis, "Tadi macet banget jalanannya,"

Nadira manggut-manggut dan masuk. Erlangga menyalami Papah Bagas dan Mamah Intan.

"Langsung istirahat Ngga. Besok masuk pagi kan?" tanya Papah Bagas.

Lima Langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang