36. Hancur Lebur

73 2 0
                                    

Aku tahu dia saat ini hancur tapi kedepannya dia akan bahagia bersama orang yang dicintainya dan itu bukan aku
~Si Penikmat Senja~
.
.
.
Kalau aja nggak ada Rafka, aku nggak akan sehancur ini pah!
~Mentari yang meredup~
.
.
.
Aku jadi suka kangen sama anakku. Aku bisa merasakan dia ada di dekatku tapi nggak bisa aku gapai, nggak bisa aku peluk, duniaku benar-benar hancur saat itu
~Langit yang terlihat mendung~
.
.
.

Happy Reading

"Aku talak kamu Nadira Bintan Maheswari,"

Memang benar Nadira dulu menginginkan Erlangga mengucap kata "talak". Namun sekarang Nadira hanya menginginkan bisa bersama Erlangga sampai akhir hayat. Tetapi kenapa sekarang Erlangga benar-benar mengucapkan kata pantangannya sendiri?

"Talak? Coba mas kamu ulang ucapanmu tadi," ujar Nadira.

Mata Erlangga berkaca-kaca. Ia menatap Nadira.

"Aku mau pisah dari kamu! Sekarang aku ceraikan kamu! Aku udah bosan sama kamu!" ujar Erlangga tegas.

Nadira terduduk lemas. Bunda Efa menarik bahu Erlangga dan langsung menamparnya. Erlangga sedikit terkejut dengan tamparan bundanya.

"Kamu sadar sama ucapanmu?!" sentak Bunda Efa.

Erlangga memegang pipinya yang terasa panas, "Aku sadar seratus persen kok bun. Aku tahu perpisahan ini akan segera terjadi. Aku bosan sama cewek tukang ngatur kayak dia,"

"Astagfirullah Angga! Kamu kenapa berubah nak?" sahut Bunda Efa.

Nadira masih menangis sambil menggendong Rafka. Beruntung anaknya itu tidak rewel mendengar keributan di sekitarnya.

"Jadi selama ini kamu cuma sandiwara mas? Apa yang kamu lakukan sama Novia itu juga beneran? Kenapa dulu sebelum vonis, kamu berlutut minta maaf ke aku? Apa arti semua itu?!" sentak Nadira.

Erlangga terlihat menahan tangis. Ia tak boleh kelihatan lemah di depan sang istri. Ia terus mengepalkan tangannya dan menghadap ke atas untuk menghalau air matanya agar tidak jatuh ke pipi.

"Terserah kamu mau anggap semua itu benar atau nggak. Aku udah nggak mau membela diri toh nyatanya aku tetap bersalah kan di depan hakim? Lebih baik kamu menikah lagi daripada harus menungguku enam tahun. Itu nggak sebentar loh. Aku nggak yakin kamu bisa menungguku," balas Erlangga santai.

"Satu lagi, semua berkas akan diatur pengacaraku. Tenang aja hak asuh Rafka sepenuhnya akan jatuh ke tangan kamu," lanjutnya.

Nadira manggut-manggut, "Baik kalau itu mau kamu. Kamu udah menjatuhkan talak artinya kita udah bukan suami istri kan? Oke aku terima dan siap menjalani hidup baruku tanpa kamu,"

Erlangga tersenyum miring, "Aku tahu kok kamu juga menginginkan perpisahan kan? Silahkan kamu nikah sama pujaan hatimu itu. Sekarang udah nggak ada penghalang kan? Selamat menempuh hidup baru,"

Nadira menggeleng tak percaya, "Satu lagi, kamu bebas enam tahun lagi kan? Itu artinya saat kamu bebas Rafka udah berumur enam tahun dan dia pasti tanya papahnya kemana. Untuk itu aku nggak akan mau mempertemukan kalian selama kamu dipenjara. Maaf bukan karena aku benci sama kamu tapi biar kamu juga bisa merasakan bagaimana sakitnya dipaksa pisah sama orang yang kamu sayang. Ayo bun kita pulang. Buat apa kita disini kalau yang ditemui tetap membatu,"

Nadira dan Bunda Efa pergi dan saat itulah air mata Erlangga pecah. Ia kembali ke sel dengan tangis yang menyayat hati. Ia menyendiri di pojok sambil melepas cincin nikahnya.

"Aku jahat ya Nad? Iya aku tahu kok aku udah jahat banget sama kamu. Maaf untuk kesekian kalinya aku melukai hati kamu. Aku cuma nggak mau kamu susah. Kalau kita pisah, kamu bisa nikah sama Anta. Aku cuma mau kamu bahagia meski aku tahu saat ini kamu hancur banget,"

Lima Langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang