42. Ikhlas

62 3 0
                                    

Tapi gue sadar dia akan jauh lebih bahagia ketika nggak bersama gue

Happy Reading

Cintanya kepada Nadira memang telah kandas. Ia tak mungkin lagi bisa mendapatkan wanita itu lagi. Tapi ia juga merasa bahagia dengan melihat senyum bahagia Nadira bersama Erlangga.

Meski hatinya sedikit hancur, Anta berusaha tidak mempedulikan perasaannya. Ia tahu tak selamanya bisa memaksa Nadira untuk membalas cintanya.

"Ta, lo yakin dengan keputusan ini? Gue nggak mau lo menyesal," tanya Erlangga.

Saat ini Anta dan Erlangga tengah mengobrol di teras depan sedangkan Nadira membantu Bi Asri memasak untuk makan siang.

"Kalaupun gue tetap memaksa Nadira, itu sama aja gue bunuh diri Ngga. Gue nggak mau menikah dengan orang yang nggak mencintai gue. Mungkin ini karma buat gue yang udah menyakiti Luna dulu," balas Anta.

"Oh iya Luna sekarang apa kabar? Benar dia udah menikah lagi?" tanya Erlangga lagi.

Anta mengendikkan bahu, "Katanya sih udah nikah lagi tapi gue nggak tahu sekarang dia dimana. Terakhir ketemu ya pas sidang cerai dulu. Setelah itu gue nggak tahu kabarnya lagi,"

Erlangga mengamati perubahan ekspresi wajah Anta, "Lo merasa kehilangan Luna?"

Anta tersenyum, "Sempat terbesit rasa kehilangan di awal-awal gue jadi duda. Biasanya Luna selalu nyiapin pakaian, makan, semua kebutuhan gue kalau mau liputan ke luar kota. Tapi gue sadar dia akan jauh lebih bahagia ketika nggak bersama gue,"

"Terus lo alihkan perasaan lo ke Nadira?" celetuk Erlangga.

Anta menghela nafas, "Rasa gue ke Nadira nggak akan hilang begitu saja Ngga. Kayak lo yang nggak bisa hidup tanpa dia. Gue tahu lo lebih hancur saat menceraikan dia dulu. Gue nggak bisa membayangkan gimana hancurnya hidup lo saat itu. Gue dulu sempat mikir dengan kalian bercerai dan gue mendekati Rafka, gue akan mendapatkan hati mamahnya tapi semua itu nggak akan pernah terwujud,"

Erlangga tersenyum, "Waktu itu yang gue pikirin gimana caranya Nadira dan Rafka bahagia. Gue ikhlas dan mau melakukan segala cara untuk itu. Yang gue tahu kalian saling mencintai. Gue mikir Nadira mau memperbaiki rumah tangga cuma karena kasihan sama gue. Ternyata dia beneran cinta sama gue. Dunia gue hancur banget saat itu Ta. Seolah gue udah nggak punya tujuan hidup. Hampir saja gue mau bunuh diri di penjara karena udah nggak sanggup dengan semua yang terjadi,"

Anta terkejut mendengar ucapan Erlangga, "Serius lo mau bunuh diri?"

Erlangga mengangguk, "Tapi gue nggak pernah cerita ke keluarga. Waktu itu gue lagi bersih-bersih lapas sama napi yang lain. Gue udah minum tuh obat serangga. Hampir dua minggu gue koma. Gue udah benar-benar ikhlas kalau saat itu gue mati karena apa yang gue punya udah hilang semua,"

"Gilaaa.....terus nggak ada yang lapor ke keluarga lo gitu?" tanya Anta.

"Gue udah buat surat wasiat buat nggak mengabari keluarga. Tapi memang belum takdirnya gue mati aja makanya masih hidup sampai sekarang," jawab Erlangga.

Anta menggeleng tak percaya, "Sumpah lo beneran gila sih kalau sampai mati konyol. Jangan pernah lo kayak gitu lagi,"

Erlangga terkekeh, "Siappp pak ustadz. Saat itu gue beneran down dan nggak tahu harus gimana lagi. Di tubuh gue tuh rasa setannya kuat banget,"

"Gue tahu masalah lo emang berat. Gue juga pernah ada di titik terendah. Setelah gue menikah sama Luna, hidup gue berantakan Ngga. Saat itu gue nggak bisa hidup dengan dia. Nggak ikhlas aja kalau rencana pernikahan gue sama Nadira yang udah di depan mata harus hancur berantakan. Gue sampai punya niat buat mencelakai Luna biar anak itu gugur. Tapi setelah anak itu beneran gugur, gue malah selalu dihantui rasa bersalah dan kehilangan. Kalau aja waktu bisa diputar, mungkin anak gue udah tumbuh seumuran Rafka," balas Anta.

Lima Langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang