31. Di Ujung Tanduk

60 4 0
                                    

Kalau tahu gini, lebih baik gue gagal nikah aja biar nggak sakit hati bertubi-tubi

Happy Reading

Sudah tiga hari Erlangga seminar di Semarang. Tiga hari itu pula tak ada komunikasi antara dirinya dan sang istri. Nadira menjadi uring-uringan sendiri.

"Aku kenapa sih? Kenapa jadi uring-uringan nggak jelas gini? Ini juga Erlangga nggak ada kabar. Biasanya dia selalu spam chat," omelnya seorang diri.

Nadira berjalan menuju masjid rumah sakit dan berpapasan dengan Anta dan Luna. Ia menghampiri sebentar.

"Udah mau pulang Lun?" tanya Nadira.

Luna tersenyum, "Iya Nad. Makasih ya udah merawat gue untuk beberapa hari ini,"

Nadira ikut tersenyum, "Udah jadi tugas gue Lun. Gue juga ikut senang kalau lo udah sehat lagi kayak gini. Setelah ini jaga kesehatan terus ya,"

Anta masih memperhatikan obrolan Nadira dan Luna, "Hati Nadira terbuat dari apa sih? Dia masih baik banget sama cewek yang udah merebut tunangannya," batin Anta.

"Oh ya Nad, gimana keputusan lo? Lo mau kan balik sama Anta? Sebentar lagi kan perceraian gue sama dia segera diurus dan gue harap itu nggak memakan banyak waktu. Selain itu Erlangga pasti mau kan melepaskan lo?" tanya Luna sambil menahan tangis.

"Gue nggak bisa jawab sekarang Lun. Bagi gue pernikahan itu suci dan nggak seharusnya jadi ajang permainan. Mungkin emang dulu gue mencintai Anta, tapi sekarang gue juga harus menjaga perasaan suami gue terlepas kami saling mencintai atau nggak," jawab Nadira sambil melirik Anta sejenak.

"Gue yakin lo bisa ambil keputusan yang benar Nad. Lo masih mau berteman sama gue kan?" tanya Luna sambil memegang tangan Nadira.

Nadira memeluk Luna, "Lo akan menjadi teman gue selamanya. Masalah itu nggak akan merubah lo jadi musuh gue. Yaudah gue ke masjid dulu ya. Buru-buru balik juga,"

"Ta, kamu antar Nadira sana," celetuk Luna.

Anta menoleh, "Terus lo gimana?"

"Aku bisa naik taksi. Lagipula aku mau pulang ke rumah papah aja. Kalau pulang ke rumah kamu, pasti aku jadi kepikiran calon anak aku terus," jawab Luna membuat hati Anta sedikit merasa tercubit. Ia dapat merasakan Luna sangat menjaga jarak dengan dirinya.

Nadira merasa tidak enak hati berada di antara Anta dan Luna, "Gue duluan ya. Lo tenang aja Lun, gue bawa motor kok. Lagipula rumah gue nggak jauh-jauh banget dari sini. Udah biar Anta mengantar lo,"

Setelahnya Nadira benar-benar pergi. Anta masih menatap punggungnya sedangkan Luna berjalan menjauh dari Anta.

"Memang seharusnya kalian bersatu kembali. Aku hanyalah batu sandungan untuk mereka berdua,"

***

Genap satu minggu Erlangga tidak ada kabar. Nadira semakin dibuat bingung karena seharusnya seminar selesai dua hari yang lalu.

"Coba gue telepon lagi deh," ujarnya.

Beberapa kali Nadira mencoba menelepon Erlangga tapi nihil hasilnya. Nadine mendekati Nadira sambil menyodorkan beberapa lembar foto.

"Lo cari suami lo kan? Tuh dia lagi happy sama cewek lain. Kelihatan bahagia banget," celetuk Nadine.

Nadira melihat beberapa foto yang menampilkan Erlangga tengah makan di sebuah restoran bersama seorang cewek dan ada satu foto yang membuat Nadira semakin meradang.

"Dari mana lo dapat foto ini?" tanya Nadira to the point.

"Lo nggak perlu tahu gue dapat dari mana. Yang jelas lo pasti butuh bukti itu. Eh tapi lo kan nggak cinta ya sama Erlangga? Jadi gue percuma dong kasih lihat foto-foto itu ke lo," balas Nadine.

Lima Langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang