44| "Capek... Mau istirahat,"

6.4K 192 19
                                    

||Bab Empat Puluh Empat||

"B-BUNDA... a-aku bisa jelasin," ujar Aurora menghampiri Melan yang dadanya mulai naik turun, menadakan emosinya sedang meluap.

Plak!!!

Sebelum Aurora menjelaskan semuanya, Melan sudah lebih dulu memberikan tamparan keras untuk gadis itu hingga pipinya kemerahan.

"B-bun..." Aurora menyentuh pipinya menggunakan tangan, merasakan rasa panas menjalar di bagian sana.

Perlahan, gadis itu menatap Melan dengan sorot gamang. Terlihat, netranya sudah memerah dan memburam.

"Kecewa saya sama kamu, Aurora!" desis Melan menunjuk gadis yang ada di hadapannya tajam. "Selama ini, saya selalu menyalahkan putra saya dan ngasih dia wejangan buat dia supaya nggak sakiti kamu, tapi ternyata begini sikap kamu selama ini?"

"Pantes saja Alaskar suka cari perempuan lain, ternyata kamu yang memantik api duluan!" hardik Melan dengan sorot berapi-api.

"B-bunda, nggak gitu—"

"Kamu udah nggak suci, kan?" tuding Melan berhasil membuat Aurora mengatupkan bibirnya rapat-rapat. "Kamu pernah tidur bareng laki-laki ini sembilan bulan yang lalu di apartemen waktu itu?"

Bagai disambar petir di siang bolong, tubuh Aurora langsung melemas. Tulang-tulangnya seakan langsung keropos. Susah payah Aurora menelan salivanya dengan tatapan hampa.

Bagaimana ini? Bagaimana caranya Aurora menjawab?

"See? Bahkan dia enggak bisa jawab, Tante," ujar Netta melipat kedua tangannya di depan dada. Gadis itu menghias wajahnya menggunakan senyum penuh kemenangan di sebelah Melan.

"Aurora," Rahang Melan mengeras, semakin gemas karena ternyata perkataan Netta beberapa puluh menit yang lalu benar adanya.

"KURANG AJAR KAMU!!!"

Plak!!!

Untuk kedua kalinya tamparan itu mendarat di pipi kanan Aurora, membuat sang empu menoleh ke arah kiri. Hal tersebut tentu membuat tangis Aurora semakin kencang. Dadanya terasa sesak lantaran ditampar oleh orang yang sudah ia anggap sebagai Ibu kandungnya sendiri.

"SELAMA INI SAYA UDAH PENUHI KEBUTUHAN HIDUP KAMU, SAYA KASIH KAMU BEASISWA, TEMPAT TINGGAL, BAHKAN UANG SAKU. TAPI, BEGINI BALASAN KAMU TERHADAP KELUARGA SAYA, HAH?!"

"Dimana hati kamu, Aurora?" parau Melan merasakan sesak di dadanya. Air mata wanita paruh baya itu mulai berjatuhan.

Sementara Aurora tidak menggubris. Ia hanya menunduk dan menangis sesenggukan. Tidak berani berkata apa-apa. Ini memang kesalahannya sejak dulu.

"Sakit hati saya, Aurora. Ternyata selama ini anak saya menutupi dosa-dosa kamu, supaya kamu terlihat sempurna di mata saya," serak Melan memegangi dadanya yang mulai terasa sakit. "Saya sendiri bingung, kenapa anak saya rela namanya jelek di hadapan saya, cuman demi melindungi gadis hina seperti kamu!"

ALASKAR MAHANTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang