47|Mimpi

6.2K 214 33
                                    

||Bab Empat Puluh Tujuh||

SEPULANG sekolah Alaskar tidak langsung pulang ke rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEPULANG sekolah Alaskar tidak langsung pulang ke rumah. Remaja yang masih lengkap mengenakan seragam batik sekolahnya itu justru menyambangi sungai PIK dan menyusuri tepi perairan tersebut selama beberapa puluh menit. Tidak seperti kemarin yang mencari bersama tim pencari, Alaskar memilih untuk menyusuri sungai sendiri.

Dirasa sudah lelah, cowok itu mendudukkan diri di bantaran sembari menyandarkan punggung di belakang pohon rindang dengan posisi kedua kaki yang ia tekuk kemudian ia rapatkan di depan dada, meringkuk dengan pandangan yang tersentral pada aliran sungai.

Alaskar menatap kosong jutaan debit air di hadapannya. Pikiran lelaki itu membelenggu. Terpaku hanya pada satu tuju.

"Seandainya aku enggak berulah, pasti kejadiannya enggak akan kayak gini," sesal Alaskar dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Dari suaranya, terdengar jelas kalau cowok itu sedang menahan sesak yang menerjang dada. "Semuanya pasti bakalan baik-baik aja, kan, Ra?"

Jujur, ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika ada di posisi Aurora saat ini. Entah kedinginan, kelaparan, atau ketakutan. Atau mungkin semua rasa itu bersatu padu membentuk sebuah sensasi baru?

"Entah kamu bakal kuat atau enggak, Ra," ucap Alaskar parau-tercekat di akhir kalimat.

Dan entah kamu masih hidup atau enggak.

Sorot Alaskar kini lebih lekat lagi melihat sungai di depannya. "Kalau kamu emang masih ada di sekitar sini, tolong munculin diri kamu ya, Ra. Insyaallah aku terima gimana pun takdirnya nanti. Hati aku jauh lebih sakit kalau kamu belum ketemu sampe sekarang."

Mengucapkan kalimat itu, sama saja seperti bunuh diri bagi Alaskar. Munafik jika ia mengatakan kalau sudah ikhlas. Nyatanya, Alaskar hanya ingin mendapatkan kepastian perihal kabar kekasihnya. Guna melenyapkan gundah gulana.

"Kar."

Mata Alaskar langsung menyipit begitu mendengar suara bariton yang tidak asing di indera pendengarannya. Refleks, kening cowok itu langsung mengernyit. Kepalanya yang menoleh ke sumber suara dan kedua alisnya menukik tajam setelah mengetahui siapa yang memanggilnya.

"Bajingan!" umpat Alaskar seraya mengepalkan tangannya kuat-kuat di sisi tubuh. Sekon berikutnya, Alaskar bangkit dari duduk dan memandang rendah lawan bicaranya, Hamada.

"Ck! Setelah hilang beberapa hari, akhirnya lo dateng juga," decih Alaskar remeh. "Udah puas lo bikin Aurora sengsara?" retorisnya menggunakan suara berat.

"Bukannya lo yang bikin dia sengsara?" balas Hamada balik, menunjukkan gestur santai seakan tidak merasa berdosa sama sekali. Cowok itu malah memasukkan kedua tangannya ke dalam saku varsity hitam putihnya seraya menghias wajahnya dengan senyum miring.

Alaskar mengeraskan rahangnya. Pupil matanya sedikit lebih terbuka dari sebelumnya. "Kesengsaraan Aurora semuanya itu bersumber dari lo, bangsat!" desis Alaskar.

ALASKAR MAHANTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang