58|Manuver Fathan

3.2K 141 2
                                    

||Bab Lima Puluh Delapan||

"KAMU enggak bisa bikin keputusan sepihak kayak gini, Pa! Alaskar anak kita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"KAMU enggak bisa bikin keputusan sepihak kayak gini, Pa! Alaskar anak kita. Harusnya kamu tanyain keputusan aku juga," ujar Melan menggunakan nada tingginya ketika ia sudah berada di dalam kamar bersama sang suami yang baru saja pulang kerja.

"Ini demi masa depan dia," kata Fathan singkat seraya melepaskan dasinya di depan cermin besar yang ada di kamarnya.

"Demi masa depan dia?" Melan menatap punggung Fathan tak percaya. "Kamu sadar nggak sih, kalau kamu paksa dia, itu malah bikin dia ngerasa pressure."

"Itu enggak masalah. Biar dia tau kalau dunia ini keras." Fathan membalikkan tubuhnya menatap sang istri dingin.

Mata Melan sudah berkaca-kaca. Bahunya merosot. "Aku enggak ngerti sama pola pikir kamu, Pa!" desisnya dengan rahang yang sudah mengeras.

"Kamu enggak usah ikut campur, Melan. Urusan Alaskar, biar jadi urusan aku. Ini demi keberlanjutan perusahaan yang udah keluarga saya rintis dari nol."

"Tapi aku enggak bisa jauh dari dia, Pa!" ucap Melan penuh penekanan. Suaranya tercekat di akhir kalimatnya.

"Kita bisa jenguk dia setiap Sabtu-Minggu."

"Itu enggak cukup, Pa!"

"Terus kamu maunya gimana, hah?!" bentak Fathan nyalang. "Jangan biasain manjain dia. Dia bisa jadi pribadi yang kurang ajar nantinya. Mau jadi apa dia kalau dimanjain terus sama kamu?!"

"Kamu enggak akan ngerti, Melan. Enggak akan ngerti tentang perusahaan yang udah aku rintis dari 0. Aku mau yang terbaik buat keluarga dan perusahaan aku

"Kamu itu orang baru yang masuk ke hidup aku setelah aku berhasil jadi orang nomor satu di perusahaan, mana mungkin akan ngerti tentang itu. Mana mungkin mikirin tentang penerus perusahaan aku!"

Cairan bening lolos jatuh melalui pelupuk mata Melan yang sudah memburam sejak tadi. Bibirnya bergetar karena volume suara Fathan yang naik beberapa oktaf.

Sementara itu, Alaskar yang sedang mengambil air di kulkas, mematung mendengar suara Papanya yang menggema.

Cowok itu mengeraskan cengkraman tangannya pada botol yang ada pada tangan kanannya. Rahangnya ikut mengeras, menahan emosi.

"Papa emang udah enggak bisa dibiarin," desisnya. Lalu meletakkan kembali gelas tersebut di meja pantry.

Alaskar masuk ke kamarnya, mengambil jaket dan kunci motornya. Ia harus ke rumah Ghea sekarang juga untuk mengurus semua ini.

Ia tidak suka Bundanya diperlakukan seperti ini terus menerus.

***

"KITA harus minta Polisi buat tanganin Papa secepatnya, Tan," ujar Alaskar setelah ia sampai di depan rumah Ghea.

ALASKAR MAHANTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang