Exploise

313 175 39
                                    

Komen + vote yokk, yang sider bisulan nih

Happy Reading!

.

.

.

Dor! Dor!

Tembakanku melesat. Semuanya tepat sasaran, tidak ada yang meleset.

"Kemajuan yang bagus, Nona!" Ten bertepuk tangan.

Aku melepas penutup telinga, meletakkan pistolku. Aku menghadap ke arah Ten, tersenyum bangga.

Dua minggu terakhir, aku melatih fisikku. Perintah Papa waktu itu membuatku mau tidak mau harus siap. Tidak hanya menembak, tapi aku juga meningkatkan kekuatan fisikku. Aku belum bisa bela diri, memang. Tapi setidaknya sekarang kepalan tanganku mampu membuat orang meneteskan darah dari lubang hidungnya.

Bukan cuma fisik, tapi juga akademik. Aku juga terus menaikkan performa belajarku minggu-minggu ini. Kini meja belajarku penuh dengan buku-buku tebal dengan bahasa dan kosakata aneh. Aku belajar sendiri, sesekali bersama Fort.

Charlie —kepala pengawal sekaligus bodyguard Papa— memasuki arena tembak. Ia membungkuk hormat padaku.

"Putra sulung Minor sudah sampai, Nona Muda."

Aku mengangguk. Kulepas sarung tanganku, lalu melangkah keluar arena. Ten dengan setia membuntutiku dari belakang.

Aku melihat sedan berwarna biru tua mengilap terparkir di depan lobi. Seseorang dari dalam mobil melongok keluar. Dia Bailey Dé Triegor, putra sulung Keluarga Minor. Bailey melambai ke arahku sambil tersenyum menyebalkan. Aku mendekati itu.

"Kau sudah siap?" Tanya Bailey.

"Selalu." Aku berkata sambil mengangguk.

Aku membuka pintu mobil. Ten menghentikan gerakanku.

"Nona.."

Aku menoleh, mengangkat sebelah alisku. Ya?

"Berjanjilah padaku, tidak. Pada kami semua, Nona tidak akan terluka." Ten melihatku dengan raut wajah khawatir.

Aku tersenyum. "Aku berjanji, Ten. Kupastikan tidak akan ada luka sedikitpun padaku."

Ten mengangguk nurut. Ia mundur menjauhi mobil. Aku masuk ke dalam. Kupasang sabuk pengaman, lalu bersandar dengan santai.

"Sudah macam orang pacaran saja kalian." Celetuk Bailey.

"Hah?"

"Lupakan."

"Gila." Aku memutar bola mata. Kurasa dia sebelas-dua belas dengan Fort.

Bailey menginjak pedal gas, tangannya memegang setir mobil. Sedan melaju, melintasi lengangnya malam.

***

"Lihatlah, siapa tamu kita malam ini." Cedro —pemimpin Mendezo— tertawa. "Kenapa tidak memberitahuku dulu, heh?"

Bailey hanya terkekeh pelan, tanpa menjawab apapun. Aku diam. Tidak tertawa dan tidak tersenyum.

"Ada masalah mendesak apa ini?" Cedro bertanya.

"Tidakkah kau ingin menjamu kami dulu, Tuan Cedro?"

Aku menatap Bailey. Bukannya langsung to the point, malah minta jamuan? Cedro terdiam sebentar, lalu tertawa —lagi.

[✓] DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang