Twins

148 33 27
                                    

͜✩ Jangan lupa buat komen, sekalian klik tombol bintangnya ya! Vote gratis kokk.
Don't do a plagiarism, i knew that your brain were better than me.

Happy Reading!

.

.

.

Atmosfer pertempuran masih terasa di dalam restoran. Ledakan peluru masih terus susul menyusul tak ada habisnya. Debu sudah beterbangan di mana-mana. Aku yakin bagian dalam restoran sudah hancur lebur, sudah tak berbentuk restoran lagi.

Aku sudah berhasil keluar lewat pintu belakang. Aku keluar seorang diri, tanpa ada siapapun menemaniku. Dengan cepat kutinggalkan restoran yang hampir hancur itu. Aku mencari sebuah kendaraan yang bisa kugunakan untuk pergi dari tempat ini. Aku yakin sekali Laureen sudah dibawa pergi sebagai sandera. Ia pastilah antara di kediaman Triegor, atau entah di tempat lain.

Sudut mataku menangkap sebuah motor Ducatti berwarna merah. Ah, aku ingat aku dilempar sebuah kunci oleh Fort tadi. Aku merogoh saku, mencari kunci motor. Begitu ketemu, aku langsung berlari menuju motor Fort. Kuputar kunci itu di lubangnya, dan mesin menyala. Tak peduli ada helm atau tidak, bahaya atau tidak, aku langsung menancap gas. Motor Fort melesat di jalanan, meninggalkan kericuhan di belakang.

Aku terus menarik stang gas. Speedometer bergerak semakin naik. 60 Km/jam, 70 Km/jam, 80 Km/jam. Motor yang kukendarai ngebut di jalan. Aku bergerak secepat mungkin agar bisa sampai di rumah. Setidaknya untuk memastikan keadaan, apakah M&K co. juga menyerang kediaman Triegor atau tidak.

Hanya empat menit, aku sudah sampai di depan gerbang rumah. Aku turun dari motor. Kakiku agak goyang, aku masuk memakai sepatu high heels. Aku segera mencopot sepatu itu, lalu berjalan telanjang kaki sambil menenteng sepatuku masuk ke dalam rumah. Gerbang memang terbuka, ada bekas-bekas pertempuran di luar, namun bagian dalamnya baik-baik saja. Para pengawal masih utuh, tidak ada yang termakan korban jiwa. Para penyusup dengan baju hitam-hitam sudah berhasil dipukul mundur.

Aku yang melihat keadaan rumah baik-baik saja menjadi berpikir. Laureen tidak akan dibawa ke sini, tempat ini masih terlalu aman untuk dijamah oleh penculik. Aku melempar sepatuku ke sembarang arah, lalu berlari kembali ke motor merah Fort.

Ku gas lagi motor itu dengan kecepatan tinggi. Aku melaju kencang menuju kediaman Triegor Minor. Boleh jadi keadaan di sana lebih buruk, dan Laureen sengaja disekap di sana. Jarak dari rumah Minor dan Mayor tak terlalu jauh, hanya berbeda 7 km. Lima menit kemudian aku pun sampai di sana.

Benar saja apa dugaanku. Kediaman Triegor Minor jauh lebih kacau. Mayat bergelimpangan lebih banyak lagi ketimbang di kawasan Mayor —meski tak sebanyak di restoran tadi. Beberapa pengawal masih berusaha menendang para penyusup untuk keluar. Namun penyusup itu kalah jumlah, aku yakin beberapa menit kedepan mereka akan segera kalah.

Aku berlari tanpa alas kaki menuju kamar Laureen. Entah kenapa terbesit di pikiranku untuk langsung menuju ke sana. Mustahil ada Laureen di sini dengan kondisi para musuh yang gerakannya mulai kewalahan. Namun aku tetap bersikukuh bahwa aku harus ke sana.

Aku tiba di sebuah ruangan, tempat dimana dulu Laureen selalu mengajakku mengobrol di dalam. Itu kamarnya. Pintu kayunya yang berlapis cat hijau tertutup rapat. Aku mendorong handle pintu, membukanya perlahan. Kosong. Kamar ini kosong. Sudah kuduga sebenarnya, namun aku tetap masuk.

Aku melihat sekeliling kamar Laureen yang benar-benar rapi. Semua barang tertata sesuai tempatnya. Seprainya bersih, bantalnya ditumpuk dengan rapi, tidak kusut berantakan. Selimutnya dilipat, diletakkan di bagian ujung kasur. Aku menoleh kesana kemari, entah mencari apa. Nihil, aku berniat untuk keluar dari kamar ini. Namun tanpa sengaja aku menyenggol sebuah benda dan membuatnya terjatuh.

[✓] DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang