͜✩ Jangan lupa buat komen, sekalian klik tombol bintangnya ya! Vote gratis kokk.
Don't do a plagiarism, i know that your brain were better than me.Happy Reading!
.
.
.
23 Juni 2023, Beijing. Jam 01.30 dini hari.
Aku menutup pintu dari luar. Aku berjalan di lorong hotel dengan santai. Aku memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana jeansku. Aku benar-benar tidak bisa tidur. Mataku sama sekali tidak mengantuk, pikiranku justru melayang kemana-mana. Udara di Chaoyang sedang bersahabat, tidak panas juga tidak dingin. Aku hanya berbalut kaus putih dengan cardigan hitam. Rambutku yang pendek kubiarkan lepas apa adanya.
Aku turun menuju lantai satu menggunakan lift. Begitu pintu lift terbuka, di balik sana ada Nakhun yang sedang menunggu lift sambil memegang segelas ice americano. Itu kopi kesukaan Nakhun. Ia selalu meminumnya kemana-mana. Ia bahkan sanggup menghabiskan segelas americano dengan 12 shoot sekaligus. Itu sudah menjadi kebiasaan Nakhun kalau pikirannya sedang kacau. Nakhun memang tidak pernah merokok, tidak ada zat nikotin yang ditemukan di dalam tubuhnya. Namun sebagai gantinya, kafein justru memenuhi seluruh badannya.
"Thalia? Mau kemana?" Akhirnya Nakhun buka suara setelah satu menit lamanya diam saling tatap.
"Ah, itu, aku mau jalan-jalan sebentar. Aku bosan di kamar, ingin melihat kota Beijing," kataku.
"Tidak mengantuk?" Tanyanya sambil menyeruput kopi americano-nya. Nakhun tidak menawariku karena dia tahu, aku lebih suka dengan coffee latte.
Aku menggeleng. "Nope. Sejak perjalanan di pesawat tadi, aku banyak tidur. Jadi aku tidak merasa mengantuk sekarang."
"Mau kutemani?"
"Tidak perlu. Habiskan saja kopimu, kembali ke kamar, lalu segera tidur. Matamu sudah sayu, Nakhun."
"Oho, kamu merhatiin aku?" Nakhun mengangkat sebelah alisnya.
"Eh?" Wajahku bersemu merah. "Siapapun akan tahu kalau kamu lelah, Nakhun. Matamu kelihatan capek sekali."
"Tapi tetap saja, kan?"
"Ih, sudah sana!" Aku mendorong Nakhun masuk ke dalam lift.
Nakhun tertawa puas. Matanya menyipit karena senyum. Garis tipis di pipinya menambah kesan manis. Aku memutar bola mata -pura-pura kesal, lalu meninggalkan Nakhun di dalam lift dengan ice americano-nya.
Aku berjalan keluar hotel seorang diri. Angin malam berhembus sepoi-sepoi. Dedaunan musim semi di pohon bergerak kesana kemari sesuai irama angin. Lampu kuning menerangi jalanan di setiap pinggir trotoar. Sesekali kulihat mobil melintas di jalan raya. Tidak banyak, juga tidak sedikit. Ternyata ada beberapa orang yang jiga berjalan malam-malam sepertiku.
Sekarang jam 01.50 dini hari. Dua puluh menit lamanya aku berjalan kaki, berhasil menempuh setidaknya 800 meter dari Hotel Dongzhimen. Kuharap aku tidak akan tersesat. Tapi kalau memang iya, aku bisa memanggil Nakhun atau Ten untuk menjemputku. Alamak. Kenapa pula harus mereka? Ini jam istirahat, ada puluhan bodyguard Triegor di Beijing yang bisa menolongku. Aku bisa memanggil salah satu dari mereka. Namum sudahlah. Toh, sepertinya aku juga tidak akan tersesat, aku tidak sebodoh itu.
Langkahku terhenti. Di kanan jalan, ada sebuah bangunan mewah dengan lampu klasik yang menggantung di atasnya. Banyak kulihat kendaraan yang terparkir di area parkir sana. Di jam-jam segini ternyata penduduk China masih ada yang beraktifitas. Di depan, tertulis nama bangunannya, Hutaoli. Agaknya ini adalah sebuah restoran. Aku memilih untuk masuk kebetulan perutku juga sedang lapar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Daughter
Teen FictionHidup dengan tanda tanya di setiap sudut kepala. Jawaban untuk semua tanda tanyaku terlalu jauh. Harus kupertaruhkan nyawaku untuk mendapatkan setiap jawaban. Keluarga, senjata api, uang, pertumpahan darah, dan pertemanan. Kupanjat semua tebing yang...