DNA

240 129 30
                                    

͜✩ Jangan lupa buat komen, sekalian klik tombol bintangnya ya! Vote gratis kokk.
Don't do a plagiarism, i knew that your brain were better than me.

Happy Reading!

.

.

.

Seisi kamarku lengang. Aku dan Ten masih diam. Aku diam menunggu jawaban, Ten diam mencari jawaban.

Bola mata Ten bergerak kesana-kemari, berusaha menghindari kontak mata denganku, namun posisi kepalanya masih tetap ke arahku. Aku tetap setia menghadap ke arah Ten, menunggu jawaban dari pertanyaanku.

"Teman bagaimana maksudnya, Nona?" Ten bertanya bingung.

"Ya teman, seorang teman. Aku butuh teman, siapapun yang bisa dan mau terus ada di sampingku. Kapanpun dan bagaimanapun keadaannya, jika ia selalu bersamaku, maka aku akan selalu bersamanya."

"Tapi aku tidak pantas untuk menjadi seperti itu, Nona. Memang sudah tugasku untuk menjagamu." Ten menggelengkan kepalanya.

"Hei, memangnya aku ini apa?"

"Ya?" Ten mengerutkan kening.

"Makhluk apa aku ini?" Tanyaku.

"Manusia?"

"Lalu, Kau?"

"Manusia."

"Ya sudah, kita sama-sama manusia, lantas kenapa kau tidak bisa menjadi temanku?" Aku mengangkat sebelah alisku.

"Tapi aku seorang pengawal, Nona, Bodyguard," katanya.

"Memang kenapa? Kau tidak serendah itu untuk tidak bisa kujadikan teman." Aku mengangkat bahu.

"Tapi..."

"Baiklah, kuberi kau waktu untuk berpikir. Beritahu aku jika kau menerima ajakanku. Sekarang tidurlah, kau pasti lelah, bukan?" Aku berdiri dari duduk.

Ten ikut berdiri.

Aku menepuk pundak kiri Ten, lalu melangkah menuju kamar tidurku. Ten masih diam berdiri di tempatnya. Aku tidak tahu akan seberpengaruh apa kata-kataku tadi, namun ternyata itu mengubah semuanya.

***

Aku bangun dari tidurku. Cahaya matahari menembus masuk dari jendela dengan tirai putih. Mataku masih berat, rasanya mengantuk sekali. Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak tadi malam. Badanku sakit-sakit, pegal rasanya. Boleh jadi faktor dari aku yang latihan fisik setelah seminggu diam, atau karena aku yang tenggelam dan nyaris mati.

Aku mengusap wajah dengan kedua tanganku. Rambutku berantakan, kausku kusut karena posisi tidur yang berantakan. Aku melamun di atas kasur. Itu kerjaan ku setiap bangun tidur. Mataku mengerjap-ngerjap, berusaha menghilangkan kantuk, namun ujung-ujungnya rebahan lagi.

Aku merebahkan badan dengan posisi telentang. Aku memejamkan mata lagi. Aish, kenapa rasa mengantuk itu datang setelah bangun tidur? Pertanyaan yang bagus.

Tok, tok, tok!

Seorang pelayan mengetuk pintu kamarku.

"Masuklah!" Aku terduduk lagi.

Pelayan wanita berumur kepala lima itu membawa nampan berisi roti panggang dan segelas susu putih. Pelayan itu meletakkan nampan cokelat di atas meja di samping kasurku. Aku langsung turun, membantunya meletakkan piring dan gelas. Pelayan itu dengan kaku menunduk ke arahku.

[✓] DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang