Back to Beijing

128 70 26
                                    

͜✩ Jangan lupa buat komen, sekalian klik tombol bintangnya ya! Vote gratis kokk.
Don't do a plagiarism, i knew that your brain were better than me.

Happy Reading!

.

.

.

"Thalia!" Seorang perempuan memanggil namaku.

Aku menoleh ke belakang. Itu suara Laureen. Dia berlari mendekatiku. Napasnya menderu, ia terengah-engah berhenti di depanku. Aku hanya menatapnya bingung.

"Ada apa, Laureen? Kenapa?"

"Kamu mau pergi nggak bilang-bilang!" Laureen berseru.

Aku terdiam. "Pergi? Kemana?"

"Beijing! Paman Mike bilang kau mau pergi lagi!" Laureen berbicara dengan nada sebal.

Aku menautkan kedua alisku.

"Hah? Papa hilang begitu?"

Laureen mengangguk.

"Astaga..." Aku menepuk dahiku.

Aku padahal berniat untuk pergi diam-diam sendirian, tidak perlu ada yang tahu. Kalau Laureen tahu, Bailey pasti tahu. Maka Nakhun dan Ten juga mengetahuinya, serta Mama. Alamak, masalah ini akan merembet kemana-mana.

"Thalia! Yang benar kamu mau pergi ke Beijing lagi?"

Benar saja. Dari jauh, Bailey berlari menyusul Laureen. Aku menepuk jidat untuk kedua kalinya. Kan, apa kubilang.

"Ayo jawab," Laureen mendesak ku.

"Iya, itu benar."

Mau bilang tidak, tapi itu bohong. Bilang iya, mereka pasti ngotot minta ikut. Masalahnya mereka juga terlibat dalam hal ini. Masing-masing dari mereka pasti juga punya dendam terhadap Xiè Yuang. Siapa yang tidak mau ikut untuk membalaskan dendam kalau memang punya?

"Astaga. Untuk apa? Kau mau berada dalam bahaya lagi, heh?" Bailey mendengus.

"Tidak, aku hanya berniat untuk 'berkunjung', seperti yang biasa Triegor lakukan."

Bailey menghela napas berat, begitu juga dengan Laureen.

"Aku ikut."

"Aku juga!"

Kan. Lagi. Mereka minta ikut.

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aku berkali-kali menarik napas panjang. Aku ingin menolak, tapi mereka pasti memaksa. Laureen dan Bailey selalu punya seribu alasan logis untuk mencapai tujuannya.

"Baiklah, baiklah. Kita bicarakan hal ini nanti. Tapi jangan lupa, jangan beritahu siapapun soal ini, apalagi pada Paman Baron dan Tante Belle!" Aku mengangkat jari pada mereka.

Laureen dan Bailey mengangguk, lalu pergi meninggalkanku yang masih diam berdiri.

Aku mengusap wajah sekali lagi. Pasti Papa keceplosan saat berbicara. Kuharap Papa sedang tidak bersama Paman Baron, atau malah Paman Jay. Masalah ini akan menjadi barabe kalau mereka tahu.

***

Aku membalikkan halaman novel. Pupil mataku bergeser kanan-kiri membaca buku secara horizontal. Aku membaca novel dengan tema yang sama, namun seri yang berbeda. Cerita fantasi yang kubaca kemarin-kemarin itu novel berseri. Seru membacanya. Tidak habis-habis, tapi jalan ceritanya tak pernah membosankan. Aku terus membaca dengan cepat.

[✓] DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang