About Nakhun

176 92 48
                                    

͜✩ Jangan lupa buat komen, sekalian klik tombol bintangnya ya! Vote gratis kokk.
Don't do a plagiarism, i knew that your brain were better than me.

Happy Reading!

.

.

.

"Hah?"

"Hah, hah, mulu. Mau main keong?"

"Hah??" Oktaf suaraku meninggi. Aku tidak mengerti apa yang ia ucapkan.

"Lupakan, lupakan."

Kedua alisku tertaut, aku mengerutkan kening. "Apa maksudmu soal tadi?"

"Apa? Keong?"

"Ih, bukan. Garis keturunan," Aku mendengus sebal.

Nakhun tertawa, "Oohh, itu. Ya begitulah, aku bukan anak kandung Alkaero."

"Kok bisa?"

"Ya bisa dong, itu, kan, kehendak Tuhan. Kau mau dengar alasannya?"

Aku mengangguk.

"Baiklah," Nakhun berdeham sebelum memulai cerita.

"Sembilan belas tahun lalu, sesaat setelah aku lahir, aku ditemukan  di depan pintu asuhan sambil menangis hampir kehabisan suara. Seorang perawat panti asuhan mengambilku, lalu membawaku masuk ke dalam. Diluar saat itu sedang dingin, hujan lebat mengguyur kota. Di saat itu, setelah kehilangan seorang ibu, aku menemukan keluarga baru, keluarga yang sangat besar malah. Aku hidup di sana, tumbuh di sana, namun tidak besar di panti asuhan itu. Satu hari sebelum akhirnya ulang tahunku yang pertama pada bulan Januari, kedua orang tuaku sekarang, keluarga Alkaero, datang mengambilku. Semua anak-anak di panti asuhan itu sangat sedih. Mereka memohon-mohon untuk membiarkan ku tetap tinggal sehari saja, cukup sehari lagi hingga aku berulang tahun untuk yang pertama kali. Mama tidak tega, ia mengiyakan keinginan mereka.

"Hingga selesai hari ulang tahunku bersama mereka semua, termasuk Mama dan Papa, aku akhirnya dibawa menuju keluarga baruku. Puluhan lambaian tangan kudapatkan, ramai sekali anak-anak yang mengantar ku pergi, kata Mama. Aku sama sekali tidak ingat. Mama tidak bisa memiliki seorang anak. Rahimnya bermasalah, ia sempat hamil anggur dan akhirnya membuat rahim satu-satunya terkorbankan. Dan sejak saat itulah, aku menjadi anak tunggal mereka hingga sekarang. Mama menceritakan semua hal ini padaku saat umurku delapan belas tahun, dua tahun lalu. Aku bisa menerima semuanya walau sulit. Tapi setidaknya yang benar-benar orang tuaku hanya mereka, bukan ibu atau ayah kandungku."

Aku tercengang selama beberapa menit. Mulutku berhenti mengunyah apel yang kupegang di tanganku. Ternyata Nakhun mengalami hal yang berat meski ia tidak mengetahuinya. Aku tidak tahu.

"Tidak, tidak. Tidak apa-apa, keren saja kita lahir di bulan yang sama." Aku tertawa canggung, Nakhun ikut tertawa.

"Sebentar."

Nakhun merogoh sakunya, mencari sesuatu. Ia mengeluarkan sebuah kertas kusut, terlihat bekas empat sisi lipatan pada kertas itu. Ia menunjukkan isi kertas lecek itu padaku. Oh, ternyata sebuah foto.

"Ini fotoku saat tertidur pulas setelah di beri susu hangat oleh perawat saat pertama kali aku ditemukan. Perawat itu belum sempat mengganti kain bedongku. Kainku berwarna merah terang. Katanya aku terlihat sangat tampan di sana."

"Idih, narsis." Aku mencibir Nakhun, ia tertawa renyah.

"Nah, aku sudah berbagi cerita tentangku. Bagaimana denganmu? Ada lagi rahasia yang kau tutupi?" Nakhun kembali menopang dagu dengan kedua tangannya.

[✓] DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang