͜✩ Jangan lupa buat komen, sekalian klik tombol bintangnya ya! Vote gratis kokk.
Don't do a plagiarism, i knew that your brain were better than me.Happy Reading!
.
.
.
Aku membuka mata. Silau lampu putih menyorot mataku. Aku menyipitkan kelopak, tanganku menghalau cahaya yang menyerang mataku. Aku mencoba menarik napas. Hei, napasku sudah normal kembali!
Aku berusaha bangun, mendudukkan badanku di atas ranjang. Sekelilingku putih semua. Bau alkohol tercium pekat di hidungku. Hawa dingin menembus pakaian. Bunyi elektrokardiograf terdengar di telinga. Infus menancap di punggung tangan kiri. Peralatan medis berjejer rapi di meja pojok ruangan.
Pandanganku masih kabur, tidak jelas. Aku memijat-mijat kepalaku. Seseorang membuka pintu kaca kamar rumah sakit. Badan orang itu masih basah, ada sisa-sisa air yang belum kering di bajunya. Rambutnya berantakan, tatapannya cemas setengah mati. Bibirnya pucat memutih.
Ten duduk di samping dipan rumah sakit.
"Kau baik-baik saja, Nona?"
Aku tersenyum, "Lihatlah dirimu. Basah kuyup tak ganti baju. Rambutmu teracak-acak kesana kemari. Ini rumah sakit, kau pasti kedinginan, bukan?"
"Kau baik-baik saja, Nona?" Ten bertanya lagi.
"Ambil jaketmu, atau minta selimut. Jangan biarkan badanmu menggigil seperti itu."
"Kau baik-baik saja, Nona?"
"Oke, aku menyerah. Aku baik-baik saja Ten." Aku terkekeh.
Ten menunduk.
"Maafkan aku, aku terlambat datang menyelamatkanmu. Kalau saja aku datang lebih cepat, Nona tidak akan tenggelam seperti tadi. Kau tidak sadarkan diri selama nyaris empat jam, itu membuatku khawatir."
Aku melihat punggung tangan kiriku. Aku mencabut jarum infus tanpa melepasnya pelan-pelan. Kakiku turun dari ranjang, berdiri, membuat Ten terlihat kebingungan.
"Lihat? Aku bisa berdiri, aku baik-baik saja. Tidak terluka dan tidak cacat. Kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkanku, Ten."
Aku berjalan menuju pintu kaca, lalu membukanya. Ten berdiri, mengejarku yang melangkah keluar ruang inap rumah sakit.
"Apa yang Nona lakukan?"
"Pulang." Aku mengangkat bahu, lalu jalan lagi hingga keluar rumah sakit.
Ten mengaduh, namun tetap mengikutiku dari belakang.
Aku tiba di area parkir. Aku mencari mobil yang biasa Ten bawa.
"Tunggulah di dalam mobil, Nona. Aku akan kembali." Ten membukakan pintu mobil. Aku mengangguk, lalu masuk ke dalam.
Ten berlari-lari kecil ke dalam rumah sakit lagi. Aku menghempaskan tubuh ke jok mobil. Aku memegang dada sebelah kiri, tepat di bekas luka jahitan. Jantungku sudah berdetak normal, tidak lagi melambat seperti saat aku tenggelam.
Detak jantung akan bekerja lebih lambat ketika tenggelam. Difusi oksigen akan sangat sedikit, membuat alveolus akan terisi oleh air. Detak jantung hanya akan berdetak 14 kali permenit dari detak normalnya. Menekan bagian dada kiri selama 20 detik akan menyelamatkan nyawa seseorang yang tenggelam. Aku hampir saja mati beberapa jam lalu jika Ten tidak segera menyelam membawaku ke daratan.

KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Daughter
Teen FictionHidup dengan tanda tanya di setiap sudut kepala. Jawaban untuk semua tanda tanyaku terlalu jauh. Harus kupertaruhkan nyawaku untuk mendapatkan setiap jawaban. Keluarga, senjata api, uang, pertumpahan darah, dan pertemanan. Kupanjat semua tebing yang...