Happy Reading!
.
.
.
Aku tersentak bangun. Itu mimpi buruk. Entah sudah keberapa kali aku memimpikan hal yang mengerikan itu. Aku mengusap-usap wajah —berusaha menghilangkan jejak mimpi.
Kakiku turun dari ranjang, aku beranjak membuka tirai jendela. Westminster pagi menyambutku. Dari luar terlihat pucuk Elizabeth tower. Jam besar bermuka empatnya masih terpampang gagah dengan lonceng Big Ben di dalamnya. Sungai Thames mengalir tenang di bawah Tower Bridge di sebelah selatan. Mobil sudah mulai berlalu-lalang di atas jembatan itu. Tanda bahwa Belgravia, daerah tempat tinggalku, sudah mulai beraktivitas.
Aku pergi ke luar kamar. Wangi roti panggang tercium dari dapur. Ah, pastilah kakakku sedang memasaknya. Aku tersenyum lebar.
"Ih, mau dong!" Aku mencomot satu roti yang sudah di panggang.
Plak!
Kakakku menepis tanganku. Matanya melotot galak, tidak mengijinkanku mengambil rotinya.
"Ih sakit loh. Pelit," gerutuku.
"Nggak boleh. Makannya nanti, bareng-bareng."
Aku memanyunkan bibir, merengut. Aku duduk di meja makan. Kak Noel sibuk dengan roti dan selai cokelatnya.
Aku memperhatikan sekitar. Sepi.
"Kak, nenek kemana?" Aku baru sadar, hanya ada aku dan Kak Noel yang ada di rumah.
"Nenek ke rumah sakit. Kerabat jauh nenek sedang di rawat." Kak Noel menjawab.
Tangannya terus fokus mengoleskan selai cokelatnya. Aku hanya manggut-manggut.
Nenek, ibu dari Bunda. Nenek yang mengasuhku sejak aku kecil. Aku hanya tinggal bersama nenek dan Kak Noel sejak umurku masih empat tahun.
Kak Noel mendekat ke meja makan. Ia meletakkan dua piring roti panggang coklat dan dua gelas susu. Aku selalu makan ini setiap pagi. Tapi kalau ada Bunda, makanan yang terhidang pasti lebih banyak. Ah, aku jadi rindu nasi goreng buatan Bunda.
Aku mulai melahap roti itu. Hanya dua lembar, tidak kenyang sebenarnya. Ini hanya akan bertahan hingga jam sembilan, lalu aku akan lapar lagi. Tapi biarlah, aku bisa beli makanan lagi nanti. Sekarang makanku harus cepat.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 06.30 . Jam tujuh nanti aku sudah harus berada di sekolah.
***
Aku duduk di sofa. Rasanya badanku pegal-pegal. Bisa-bisanya Kak Noel menyuruhku mencuci baju seember, sedang dia hanya duduk main game. Mataku menatap sinis ke arahnya. Ia melengos tak peduli, kembali dengan handphonenya.
Aku berdecak sebal, menyalakan televisi dengan remote. Tayangan malam-malam tidak ada yang seru. Aku bolak-balik mengganti channel TV.
Sepuluh menit di depan layar. Oke, aku menyerah. Akan lebih baik aku belajar, waktuku tidak akan terbuang hanya untuk menopang dagu.
Sayup-sayup terdengar suara mobil berhenti. Aku melongok ke jendela. Awalnya kupikir itu nenek, diantar dengan supir pribadi. Namun ternyata bukan.
Hei, itu mobil Bunda! Aku dengan sigap langsung membuka pintu. Abang Chael dan Kak Will terlihat keluar dari mobil.
Aku girang tak karuan. Rasanya sudah lama sekali aku tidak bertemu mereka. Kehebohanku menarik perhatian Kak Noel. Wajahnya langsung sumringah, ia bergegas meletakkan handphonenya. Aku bahagia sekali rasanya. Pegal-pegalku langsung hilang.

KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Daughter
Genç KurguHidup dengan tanda tanya di setiap sudut kepala. Jawaban untuk semua tanda tanyaku terlalu jauh. Harus kupertaruhkan nyawaku untuk mendapatkan setiap jawaban. Keluarga, senjata api, uang, pertumpahan darah, dan pertemanan. Kupanjat semua tebing yang...