͜✩ Jangan lupa buat komen, sekalian klik tombol bintangnya ya! Vote gratis kokk.
Don't do a plagiarism, i know your bain were better than me.Happy Reading!
.
.
.
Aku bergegas menuju garasi. Aku mengenakan jaket kulit hitam, begitu pula dengan masker yang menutupi wajahku. Kutancapkan kunci motor pada lubangnya. Mesin sudah menyala, aku menancapkan gas. Motor melaju ke luar halaman rumah. Para pengawal yang berjaga di pintu masuk dengan segera membuka pintu gerbang tanpa bertanya.
Motorku —motor Fort maksudnya— meluncur dengan kecepatan 60 Km/jam. Tangan kananku terus menarik stang gas. Kecepatannya semakin meninggi setiap aku menariknya. Motorku menyalip puluhan kendaraan lain. Tidak ada yang memburuku, memang. Tapi entah mengapa aku ingin bergegas.
Paris Saint-Joseph adalah rumah sakit tujuan pertamaku. Aku mengambil kemungkinan paling besar di mana Bunda melahirkanku. Mereka datang dua kali ke sana, pasti salah satu diantara kedatangan mereka ada waktu di mana aku dilahirkan.
Tujuh menit, aku tiba di rumah sakit yang jaraknya hampir 20 Km dari rumahku. Motorku sudah terparkir rapi di parkiran rumah sakit.
Aku melepas helm, meletakkannya di ujung jok motor. Ku lepas masker hitamku, lalu melangkah masuk ke dalam rumah sakit.
Hawa dingin langsung menembus jaket kulit. Bau alkohol dan obat-obatan tercium di setiap sudut ruangan. Puluhan orang mengantri di ruang resepsionis, menunggu giliran mereka dipanggil. Pasien-pasien dengan infus terlihat berjalan. Beberapa orang mengenakan kursi roda.
Sempat sekali, ranjang berisi pasien gawat darurat melewatiku dari belakang. Bajunya banyak rembesan darah. Kepalanya diperban dengan pertolongan pertama. Dua orang berlari mengikuti ranjang itu sambil menangis. Sepertinya itu keluarganya. Korban kecelakaan, itu yang pertama terlintas di kepalaku.
Dokter-dokter berjalan cepat dengan stetoskopnya yang tergantung bebas di lehernya. Para perawat memegang kertas dan pulpen, beberapa mendorong troli obat.
Aku duduk di ruang tunggu. Aku duduk di bangku paling belakang, tempat dimana tidak terlalu hampik orang duduk berjejer di sebelahku.
"134!"
Seorang petugas pendaftaran memanggil angka antrian. Itu angkaku.
Aku berdiri. Aku melewati banyak antrian pasien yang duduk di bangku ruang tunggu. Aku berjalan mendekat ke arah suara.
"Ada yang bisa saya bantu, Madame?" Petugas itu bertanya.
Aku mendekatkan kepala, lalu berbisik. "Adakah di sini daftar pasien sekitar tanggal 20 sampai 30 Mei 2003?"
"Ada. Tapi untuk keperluan apa Madame bertanya?"
"Aku butuh sesuatu. Aku mencari seseorang yang ada di tanggal itu."
"Siapa?"
Aish. Bertele-tele sekali orang yang satu ini.
"Ibu kandungku. Puas?"
"Tunggu sebentar, Madame."
Wanita petugas itu akhirnya menjawabku dengan benar. Aku menghela napas.
Sepuluh menit. Wanita itu kembali mendatangiku. Ia menyerahkan sebuah berkas berisi daftar-daftar pasien di tanggal yang kuminta.
Isinya sama persis dengan yang diberikan oleh Ten. Hanya dua kali. Itupun cuma mengecek kesehatan kandungan. Nama mereka tidak ada di tanggal 22 Mei 2003.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Daughter
Teen FictionHidup dengan tanda tanya di setiap sudut kepala. Jawaban untuk semua tanda tanyaku terlalu jauh. Harus kupertaruhkan nyawaku untuk mendapatkan setiap jawaban. Keluarga, senjata api, uang, pertumpahan darah, dan pertemanan. Kupanjat semua tebing yang...