Change

293 171 32
                                    

Happy Reading!

.

.

.

Aku berjalan dengan lunglai ke dalam lobi. Tak kusangka kejadian tadi begitu banyak menguras energi. Nafasku masih terengah-engah, fisik dan mentalku masih terkejut dengan peristiwa tadi.

Mier berjalan cepat ke arahku. Wajahnya merah, matanya menatapku tajam. Tangannya terkepal kuat sehingga urat nadinya terlihat. Aku menatapnya dengan tatapan lesu.

Plak!

Mier menampar pipiku dengan kuat. Pipiku pedih. Saking kuat tamparannya, pipiku sampai kebas mati rasa. Mulutku mengecap rasa manis-anyir, sudut bibirku berdarah.

"KAU KIRA KAU PAHLAWAN, HAH?!" Mier berteriak marah padaku. Suaranya menggema di seluruh ruangan. Para pengawal yang berada di sana reflek menjauh mendengar suara Mier. Rahangku mengeras, mataku berkaca-kaca.

Bailey datang dari pintu lobi, dia masuk ke dalam sambil memijat lengannya.

"Bukan hanya Mayor yang akan terkena masalah, tapi Minor juga akan kena imbasnya! Apa yang akan Bailey katakan pada ayahnya?!"

Aku masih dalam posisi menunduk. Mier membentakku sambil menunjuk-nunjuk Bailey.

"Kau, otakmu itu kau letakkan dimana, heh?! Dengkul?! Kau orang terbodoh yang pernah kutemui, Thalia! Kau bodoh!" Mier menurunkan intonasinya walau masih tetap dengan nada tinggi.

"Tapi Cedro menghina Papa, Mier!" Aku balas membentak.

"Itu saja? Bahkan aku sudah ratusan kali mendengar Papa dihina. Kau bodoh, Thalia. Ibumu juga bodoh, menempatkanmu di tempat yang jelas-jelas tidak cocok denganmu."

"JANGAN HINA IBUKU, MIERON!" Aku berteriak. Aku tidak terima ibuku dihina, apalagi dengan kakak angkatku. Mier menghina Bunda dengan nada rendah, tapi itu menusuk hatiku. Aku ingin berteriak lebih, aku ingin memukulnya, tapi itu tidak mungkin. Itu tidak berguna.

"ADA APA RIBUT-RIBUT?!" Fort muncul dari belakang Mier. Fort melangkah mendekati kami berdua. Aku menatap Fort, Mier menoleh ke belakang.

Fort melihat wajahku. Ia melihat pipiku yang merah, ditambah sudut bibirku yang berdarah.

"Kau apakan adik perempuanku, Mier?" Fort bertanya dengan suara yang ditekan.

"Dia sudah bertindak bodoh, Kak. Dia membuat kekacauan, ia secara tidak langsung ia sudah mendeklarasikan perang dengan Mendezo. Itu bisa menimbulkan masalah besar, jadi aku menamparnya-"

"TAK PERLU KAU SAKITI DIA, MIERON DÉ TRIEGOR!" Fort membentaknya. Mier hanya diam menunduk.

"Aku tahu dia salah. Mama tahu, bahkan Papa tahu. Tapi kau jauh lebih bodoh, Mier. Kau itu laki-laki. Kau tidak pantas menyakitinya." Fort kembali menekan suaranya.

Mier tetap diam. Aku menunduk. Mataku perih menahan tangis. Aku menggigit bibir sekuat tenaga. Bibir bawahku sudah berdarah, tapi air mataku tidak bisa kutahan.

"Thalia, kembali ke kamar. Sekarang." Fort berkata padaku. Aku tidak menoleh, tidak mengangguk. Aku langsung berjalan menuju lift, naik ke atas menuju kamarku.

Secara tiba-tiba Laureen muncul di depanku. Kami saling tatap tanpa berbicara. Laureen diamatap wajahku.ia tidak melakukan apa-apa,tapi aku dongkolelihat wajahnya. Aku mendengus, lalu melengos pergi.

Laureen terus menatapku yang menjauh pergi menuju lift. Tiba-giba Laureen mengangkat dagunya tanpa alasan.

***

[✓] DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang