Capture

153 92 18
                                    

͜✩ Jangan lupa buat komen, sekalian klik tombol bintangnya ya! Vote gratis kokk.
Don't do a plagiarism, i know that your brain were better than me.

Happy Reading!

.

.

.

Matahari sudah tiga perempat tenggelam di kaki langit. Cakrawala semakin jingga warnanya, dan jalanan berubah semakin gelap. Senja membungkus kota Beijing, bersamaan dengan laju mobil bagai dikejar maling.

Sedan hitam berjalan keluar dari jalan raya umum. Kami melaju di jalanan sepi. Lampu jalan tidak terang seperti tadi, di sini lebih redup. Banyak bangunan dan toko terbengkalai, tidak dihuni dan tidak dirawat. 

"Ten, naikkan kecepatan! Di sini sudah tidak banyak orang lagi." Aku memerintah Ten yang menjadi supir di sebelahku. Ten mengangguk, menginjak pedal gas lebih kencang. Bailey masih menuntun jalan dari bangku tengah, menatap lurus ke depan.

Empat gangster dengan motor itu sempat tertinggal untuk beberapa saat. Namun tidak butuh waktu lama, mereka ikut menambah laju lebih cepat dari kami. Situasi menjadi genting, hampir sepuluh menit perjalanan, kami sama sekali tidak lepas dari kejar-kejaran ini.

"Buka kaca mobilnya," aku memberi perintah pada Nakhun dan Laureen. Kaca mobil turun perlahan-lahan.

"Sekarang!"

Kami bertiga melongokkan kepala keluar. Tembakan beruntun keluar dari pistol kami. Aku tidak berniat membunuh mereka. Aku hanya berniat meledakkan ban motornya. Tapi kalau mereka terbunuh, itu bonus.

Satu motor berhasil di lumpuhkan. Tapi entah datang dari mana, dua motor lagi menyusul dari belakang mobil mereka. Alamak, malah semakin banyak.

"Ten, tikungan sebelah kiri, belok!" Bailey memerintah Ten. Dengan sigap Ten membanting stir, menggoyahkan keseimbangan untuk beberapa saat, membuat aku, Nakhun dan Laureen kembali memasukkan kepala ke dalam.

Matahari sudah sempurna tenggelam. Jalanan semakin gelap, lampu-lampu hanya sedikit membantu.

Mobil bolak-balik berbelok tajam, berusaha menghindari para gangster itu. Ten terus berusaha sekuat tenaga untuk membuat mereka kehilangan jejak. Peluh bercucuran dari dahi Ten. Hingga entah pada tikungan ke berapa, para gangster itu benar-benar sudah kehilangan jejak. Mobil yang dikendarai Ten berhenti di pinggir jalan. Kami semua menghela napas. Kejar-kejaran ini sedikit menegangkan, tapi aku sudah pernah merasakannya sekali.

"Sudah selesai..." Bailey mengusap wajahnya.

Wajah-wajah tegang berangsur menghilang. Muka yang tadinya pucat pasi kembali merona. Semuanya menghembuskan napas lega. Kami sibuk mengelap peluh masing-masing.

"Bagaimana cara kita kembali, sekarang?" Laureen membuka suara.

"Ssstt!" Aku meletakkan jari telunjuk di dekat bibir. Bukan hanya pada Laureen, tapi untuk semuanya.

Aku menyadari sesuatu. Ada bunyi pelan yang sejak tadi mengganggu telingaku. Bukan bunyi perut lapar seperti di film-film komedi, tapi bunyi sesuatu yang lain.

Tik, tik, tik!

Aku membelalakkan mataku.

"SEMUANYA, KELUAR!" Aku berteriak kalap.

Semuanya sontak membuka pintu mobil, luntang-lantung berlari menghindari mobil.

DUAR!!

Suara ledakan menggema di penjuru tempat. Ledakan itu berasal dari mobil. Api melahap sedan hitam itu. Kaca mobil pecah, salah satu ban mobil meledak, setiap inci dari mobil itu hangus terbakar. Kami semua melongo melihat hal yang barusan terjadi.

[✓] DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang